Ada Lonjakan, KPPI Selidiki Impor Barang Evaporator

Arief Kamaludin | Katadata
Ilustrasi. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) akan memulai penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguards) atas lonjakan volume impor evaporator pada 12 Juni 2019.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
13/6/2019, 18.38 WIB

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) akan memulai penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguards) atas lonjakan volume impor evaporator. Penyelidikan dilakukan atas permohonan produsen evaporator dalam negeri PT Fujisei Metal Indonesia pada 15 Mei lalu.

“Berdasarkan bukti awal pemohon, KPPI menemukan ada lonjakan volume impor barang evaporator dan indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri,” kata Ketua KPPI Mardjoko dalam siaran resmi, Kamis (13/6).

(Baca: Pemerintah Bakal Terapkan Pengaman Atasi Serbuan Impor Baja Tiongkok)

Ancaman kerugian impor evaporator, menurut dia, sudah terlihat dalam empat tahun terakhir. Hal ini tercermin dari menurunnya angka volume produksi dan penjualan domestik, kapasitas terpakai, berkurangnya jumlah tenaga kerja, serta tergerusnya pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang periode 2015-2018, volume impor evaporator mencatat tren kenaikan 8,56%. Volume impor selama empat tahun terakhir masing-masing tercatat sebesar 2.911 ton, 3.407 ton, 4.594 ton, dan 3.465 ton atau naik rata-rata sebesar 3.300 ton per tahun.

(Baca: 5 Kelompok Baja RI Terbebas dari Pengenaan Safeguard Kanada)

Barang evaporator adalah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut dari bentuk cair ke uap. Alat ini biasanya digunakan pada perangkat pendingin udara, seperti pada AC dan kulkas.

Impor evaporator antara lain berasal dari Tiongkok, Thailand, Korea Selatan, dan Singapura.  Adapun negara pengimpor evaporator terbesar ke Indonesia saat ini ditempati Tiongkok dengan pangsa impor rata-rata per tahun sebesar 91,8%, diikuti Thailand 5,41%, Korea Selatan 1,2%, serta Singapura 1,18%.

Reporter: Rizky Alika