Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang semakin memanas memicu kekhawatiran banyak negara, termasuk Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan pertumbuhan ekonomi dunia bisa semakin lambat.
Menurut dia, kondisi itu bisa kembali normal kalau kedua negara bisa menyelesaikan masalahnya. "Kalau tidak, ya akan ada tekanan bagi dunia, tidak hanya bagi Indonesia, yang sebetulnya sudah mulai dianggap lebih normal belakangan," katanya di Hotel Shangri La, Jakarta, Kamis (9/5).
(Baca: Strategi Indonesia Jadi Ekonomi Terbesar Ke-5 pada 2045)
Dia menjelaskan, para pejabat ekonomi dunia terus menanti kabar terbaru dalam perang tarif antara kedua negara. Dia pun menunggu kabar dari perwakilan Tiongkok yang bakal datang ke AS untuk menempuh langkah diplomasi.
Namun, Darmin belum tahu dampak jangka pendek atau jangka panjang karena keputusan detail belum terlihat jelas. "Yang jelas, sekarang ekonomi dunia sedang melambat dan bisa melambat lagi kalau dilakukan (perang tarif)," ujarnya.
Pemerintah dan pelaku usaha dalam negeri juga harus punya langkah untuk mengantisipasi penurunan permintaan global. Dia menjelaskan, pemerintah punya cara untuk tetap mendorong ekspor komoditas serta perluasan pasar di luar negeri.
(Baca: Tiongkok Isyaratkan Balas Tarif AS, Perang Dagang Berpotensi Berlanjut)
Trump Menekan, Tiongkok Membalas
Seteru dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok semakin memanas. Pemerintah Negeri Tirai Bambu mengisyaratkan perlawanannya terhadap pemerintahan Presiden Donald Trump terkait ancaman pengenaan tarif untuk produk Tiongkok senilai US$ 200 miliar (sekitar Rp 2.800 triliun) yang naik menjadi 25% dari 10% pada esok hari.
Presiden AS Trump dalam kicauannya di Twitter mengatakan bahwa ia akan dengan senang hati mempertahankan tarif pada ekspor Tiongkok dibanding membuat kesepakatan yang buruk. Pemerintahnya telah menyiapkan panggung untuk bernegosiasi antara kedua negara yang dijadwalkan berlangsung pada hari ini.
Komentar Trump langsung direspons Kementerian Perdagangan Tiongkok. Mengutip laman The New York Times, Beijing siap melakukan retaliasi sekali lagi terhadap perusahaan Amerika dan produk-produknya sebagai aksi balasan.
Negosiator Tiongkok yang di antaranya terdiri dari Wakil Perdana Menteri Liu He, pejabat ekonomi utama Tiongkok, dan orang kepercayaan dekat Presiden Xi Jinping sedang menuju ke Washington untuk mencoba menyelamatkan perjanjian perdagangan yang kembali berantakan, setelah melalui pembahasan selama berbulan-bulan.
(Baca: Dana Asing Mengalir Keluar Rp 688 Miliar, IHSG Turun 0,43%)
Terdapat kesenjangan signifikan antara kedua negara. Trump menyarankan untuk mengenakan tarif lebih tinggi pada barang-barang Tiongkok pada Jumat pagi serta membuka kemungkinan terjadinya perseteruan panjang ke depan.
"Alasan mundurnya Tiongkok serta upaya negosiasi ulang dari Kesepakatan Perdagangan adalah sebuah HARAPAN bahwa mereka menginginkan "negosiasi" dengan Joe Biden atau salah satu (politisi) Demokrat yang sangat lemah, dan dengan demikian terus menipu Amerika Serikat ((US$ 500 Miliar) satu tahun)) pada beberapa tahun mendatang," tulis Trump dalam akun Twitter miliknya kemarin.
Trump juga menambahkan pernyataan lain yang kontroversial dalam cuitannya dan coba memprovokasi Tiongkok. “Coba tebak, itu tidak akan terjadi! Tiongkok baru saja memberi tahu kami bahwa mereka (Wakil Perdana Menteri) sekarang datang ke AS untuk membuat kesepakatan. Kita lihat, tapi saya sangat senang dengan lebih dari US$ 100 Miliar per tahun akan mengisi kas AS. Hal ini baik untuk AS, namun tidak untuk Tiongkok!," tambahnya.
Sebelumnya, Rabu pagi kemarin perwakilan perdagangan Amerika Serikat mengumumkan ke publik perihal rencana pengenaan tarif sekitar US$ 200 miliar untuk produk Tiongkok sejalan dengan tiadanya kemajuan dalam putaran negosiasi sejak Maret 2019. "Itu akan menjadiikan seluruh barang-barang Tiongkok terkena tarif senilai US$ 250 miliar dengan pengenaan pungutan hingga 25%.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan Tiongkok menanggapi rencana kebijakan AS, menyatakan meningkatnya eskalalasi perdagangan bukan keinginan kedua negara ataupun masyarakat dunia. "Pihak Tiongkok sangat menyesalkan jika langkah kebijakan tarif AS diterapkan. Tiongkok harus mengambil tindakan balasan bila diperlukan," ujar Kementerian Perdagangan Tiongkok dalam pernyataannya.
(Baca: Rupiah Terus Melemah Karena Perang Dagang AS-Tiongkok)