Pembangunan Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) ruas Cibubur-Bogor akan dibangun sejajar jalan. Hal ini untuk mengurangi beban biaya pembangunan transportasi kereta ringan tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengakui memang ada perbedaan biaya investasi yang cukup besar antara pembangunan rel melayang dibandingkan pembangunan rel yang sejajar jalan. Oleh sebab itu, untuk menekan biaya pemerintah mengkaji pembangunan rel tidak melayang pada ruas yang belum dibangun seperti Cibubur-Bogor. "Saya kira (biayanya) bisa setengah (dari Rp 500 miliar per kilometer)," kata Luhut kepada awak media di kantornya, Jakarta, Senin (14/1).
Persoalan biaya ini disinggung Wakil Presiden M Jusuf Kalla saat membuka Rapat Koordinasi Pimpinan Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO), Jumat (11/1) lalu. Kalla mengatakan pembangunan proyek LRT melayang di sisi tol tidak efisien dan menyebabkan biaya bengkak hingga Rp 500 miliar per kilometer. "Siapa konsultannya? Sehingga biaya Rp 500 miliar per kilometer," kata Kalla.
(Baca: Jokowi: Kerugian Akibat Macet di Jabodetabek Rp 65 Triliun per Tahun)
Sementara itu, Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN) yang juga pengamat transportasi Darmaningtyas memiliki opininya sendiri. Dia menyebut, biaya pembangunan LRT melayang sesungguhnya hanya Rp 467 miliar per kilometer. Angka ini disebutnya lebih murah ketimbang pembangunan LRT3 Malaysia yang memakan biaya Rp 827 miliar per kilometer, Lagos Rail Mass Transit di Nigeria senilai Rp 622 miliar per kilometer, hingga Manila Metro Rail Transit senilai Rp 822 miliar per kilometer.
"Jadi kalau akan membandingkan harga maka harus dipastikan apple to apple dengan elevated structure dan memperhatikan bentang panjang harga US$ 40-50 juta per kilometer. Maka harganya kompetitif untuk Indonesia," kata Darmaningtyas dalam keterangannya.
Dia menjelaskan LRT Jabodebek dibangun melayang lantaran untuk mengurangi perlintasan sebidang, memastikan frekuensi perjalanan kereta terjaga, meminimalkan pembebasan lahan yang memakan biaya, hingga meminimalisir permasalahan sosial (pencurian alat). "Pilihan bangunan LRT melayang lebih didasarkan pertimbangan rasional," kata Darmaningtyas.
(Baca: Desember, Adhi Karya Kantongi Bayaran Proyek LRT Rp2,84 Triliun)