Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai positif ide calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Sandiaga Uno untuk membangun infrastruktur tanpa utang. Menurut dia, itu menunjukkan adanya komitmen yang sama antara pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla alias petahana dan nonpetahana untuk membuat perekonomian serta keuangan negara semakin sehat dengan memperkecil utang.
Dia menjelaskan komitmen petahana untuk memperkecil utang tercermin dari defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semakin kecil dan keseimbangan primer yang telah berada di posisi nol. Selain itu, mekanisme pendanaan untuk pembangunan infrastruktur yang tidak hanya lewat APBN.
"Kalau Pak Prabowo sebagai kontestan juga memiliki komitmen seperti itu berarti akan meningkatkan kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia," kata dia di Jakarta, Senin (10/12).
(Baca juga: Realisasi Penerimaan Nyaris Setara Belanja, Defisit APBN Rendah 1,95%)
Ia menjelaskan, pembangunan infrastruktur selama empat tahun terakhir menggunakan berbagai mekanisme pendanaan di luar APBN. Ia menyebut mekanisme pendanaan melalui kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Kemudian, pembiayaan investasi non-anggaran (PINA). "Itu semua adalah mekanisme yang dikatakan kalau menggunakan ekuitas, maka itu tidak melalui utang," ujarnya.
Selain itu, ia juga menyebut mekanisme pendanaan berupa sekuritisasi aset infrastruktur untuk mendapatkan pendanaan baru guna pembangunan infastruktur lainnya. Ia pun menjelaskan, dengan sekuritisasi maka yang terjadi adalah pembiayaan modal (equity financing), bukan pembiayaan utang (debt financing).
“Sekarang sudah dilakukan bersama-sama dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sehingga BUMN-BUMN ataupun nanti juga pemerintah daerah kalau mereka memiliki infrastruktur yang bagus ya bisa saja di bawa ke pasar modal untuk mengisu surat atau menghimpun dana berdasarkan infrastrukturnya tersebut,” kata dia.
(Baca juga: Saat Forum IMF, 6 Proyek Infrastruktur Raih Rp 47 T dengan Skema PINA)
Menurut dia, mekanisme-mekanisme pendanaan semacam itu sudah dan terus disempurnakan oleh pemerintah. “Jadi itu bukan sesuatu yang apa, sama sekali berbeda, tapi telah dilakukan,” kata dia.
Ia menambahkan, bila ingin melibatkan swasta dalam pembangunan infrastruktur, maka penting untuk mendengarkan keinginan swasta. Selama ini, Sri Mulyani mengatakan keinginan pertama swasta yaitu bila proyek dianggap tidak menguntungkan maka ada jaminan pemerintah.
Kemudian, bila proyek menarik tapi proyek tersebut tidak memiliki arus pendapatan yang cukup untuk membayar kembali ekuitasnya maka yang diminta swasta adalah availability of payment dan viability gap. "Itu yang sekarang sudah beberapa tahun ini kami lakukan. Swasta sekarang sudah merasa banyak pilihan," ujarnya.
(Baca juga: Butuh Investasi Rp 5.600 Triliun agar Ekonomi 2019 Tumbuh 5,3%)
Dalam forum G-20 beberapa waktu lalu, ia pun menyebut ada investor yang memiliki dana kelolaan besar dan tertarik kepada proyek ramah lingkungan. “Jadi kalau seperti itu, mereka bisa melakukan equity financing, tapi kalau appetite mereka sensitif, mereka tidak berani masuk ke ekuitas, mereka berani masuknya di loan (pinjaman) dulu,” kata dia.
Intinya, menurut dia, pemerintah menyiapkan banyak sekali mekanisme pendanaan infrastruktur. Atas dasar itu, ia pun menghargai bila petahana punya ide untuk pendanaan infrastruktur tanpa utang. “Itu akan menimbulkan banyak sekali kemungkinan financing yang sesuai kebutuhan kita,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut porsi pendanaan infrastruktur lewat investasi swasta semakin besar. “Jadi kalau kamu lihat proyek strategis nasional, mungkin APBN-nya cuma 10-11%, yang dari BUMN-BUMD 36%, swasta 51%,” kata dia.