Pemerintah Indonesia terus meningkatkan lobi perdagangannya dengan sejumlah negara besar, di antaranya Amerika Serikat. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pun berharap hubungan dagang dengan Negeri Paman Sam itu makin mudah layaknya ketika bekerja sama dengan Australia.
Dengan Negeri Kanguru tersebut, Indonesia telah membangun kerja sama perdagangan bilateral melalui kerangka “Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA- CEPA). Melalui CEPA, Indonesia berpotensi meningkatkan ekspor produk ke sana seiring eliminasi bea masuk untuk 6.474 komoditas (harmonized system-HS) menjadi 0 persen.
“Semoga bisa seperti ini juga dengan Amerika Serikat,” kata Airlangga dalam forum US-Indonesia Investment Summit 2018 di Jakarta, Kamis (27/9). (Baca : Pertahankan Fasilitas Bea Masuk Impor, Pemerintah Raih Dukungan di AS)
Pada awal bulan ini, perundingan IA-CEPA memang telah memasuki babak akhir setelah enam tahun dibahas dalam sejumlah pertemuan. Pada November 2018 nanti, perjanjian kerja sama ini akan ditandatangani oleh kedua negara.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Imam Pambagyo ketika itu mengatakan pencapaian perjanjian kerja sama ini menjadi angin segar bagi Indonesia di tengah kondisi global yang masih bergejolak. Melalui kerja sama, Indonesia bisa menggenjot ekspor ke Australia.
Setelah sukses dengan Australia tadi, Airlangga ingin perundingan yang serupa dibangun juga dengan Amerika. Apalagi negara tersebut merupakan salah satu pasar utama ekspor Indonesia. Hanya saja, tak semua produk Indonesia bisa diekspor dengan mudah ke sana. Sebaliknya, Indonesia juga banyak mengimpor dari Amerika seperti kapas.
“Kita selalu impor kapas dari Amerika. Kalau bisa kita kembalikan dalam bentuk tekstil, garmen, itu akan lebih baik,” kata Airlangga. Atas hal ini, dia menilai perjanjian dengan Amerika menjadi penting sehingga ekspor beberapa komoditas dapat ditingkatkan.
Menurut Airlangga, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita beberapa waktu lalu sudah bertemu dengan Perwakilan Perdagangan Amerika (USTR). Pertemuan tersebut untuk membahas perjanjian dagang Indonesia-Amerika yang masih perlu ditindaklanjuti.
Saat ini Indonesia memang menghadapi ancaman kenaikan tarif impor dari Amerika, sebagaimana negara itu menggelorakan perang dagang ke Cina. Untuk meredam ancaman tersebut, Enggartiasto menegosiasikan terkait pemberian fasilitas bea masuk impor Generalized System Preference (GSP.)
(Baca juga: Enggar Berharap Kajian Fasilitas Bea Masuk Impor AS Diumumkan November)
Peninjauan ulang terkait pemberian fasilitas GSP atas beberapa komoditas Indonesia mulai dilakukan Amerika sejak 27 April 2018 sebagai upaya proteksi yang dilatari oleh defisit neraca dagang Amerika Serikat terhadap sejumlah negara mitra, termasuk Indonesia. Bila sukses, fasilitas GSP Amerika tetap akan memberikan keringanan bea masuk untuk 3.547 pos tarif komoditas Indonesia.
Enggar optimistis Amerika bakal kembali memberikan perpanjangan kelayakan fasilitas GSP. Alasannya, pemerintah dan pelaku usaha telah melakukan negosiasi kepada Amerika pada kunjungan ke Washington akhir Juli lalu. “Sepertinya bulan November ada pengumuman untuk kelayakan fasilitas GSP Indonesia,” kata Enggar ketika itu.