Jelang Puasa, Neraca Dagang April 2018 Defisit US$ 1,63 miliar

Arief Kamaludin | Katadata
Tumpukan kontainer di pelabuhan ekspor.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
15/5/2018, 12.50 WIB

BPS juga mencatat, peningkatan impor terbesar pada April 2018 terjadi dari Tiongkok US$ 858,4 juta, Amerika Serikat (AS) AS$ 160,4 juta, dan Brasil US$ 100,8 juta. Sedangkan impor dari Afrika Selaran, Arab Saudi, dan Thailand jumlahnya berkurang.

Sementara itu, nilai ekspor April 2018 sebesar US$ 14,47 miliar, turun 7,19% dibandingkan Maret 2018. Sementara jika dibandingkan dengan April 2017, nilai tersebut naik  9,01% dari US$ 13,27 miliar.

(Baca Juga : Usai Ditegur Jokowi, Mendag Menaikkan Target Ekspor Jadi 11%)

Secara bulanan,  penurunan nilai ekspor Indonesia berasal dari sektor minyak dan gas sebesar 11,32% dengan kontribuisnya terhadap ekspor 8,20%, industri pengolahan minus 4,83% dengan kontribusi 73,58%, dan pertambangan dan lainnya anjlok 16,03% dengan kontribusi ekspor 16,16%. Hanya ekspor sektor pertanian yang naik 6,11% tapi porsi dalam ekspor keseluruhan hanya sebesar 2,06%.

Penurunan nilai ekspor, menurut Suhariyanto, salah satunya disebabkan fluktuasi harga  minyak kelapa sawit. Ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) turun US$ 77,8 juta pada April 2018. Sementara itu, penurunan juga dialami bahan bakar mineral US$ 416,4 juta, besi dan baja US$ 167,9 juta, bijih kerak dan abu logam US$ 79,9 juta, dan perhiasan/permata US$ 71,5 juta.

Penurunan ekpor terjadi ke India, AS, dan Tiongkok. “Ada beberapa negara lain juga yang turun,” katanya. Sementara itu, peningkatan tujuan ekspor terjadi ke pasar nontradisional seperti Bangladesh, Filipina, dan Malaysia. 

Halaman: