Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan dirinya tidak keberatan dengan keputusan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta - Surabaya. Kalla telah memutuskan pembangunan proyek tersebut akan menggunakan teknologi narrow gauge atau tipe rel kecil dengan lebar 1.067 milimeter.
Luhut menyatakan dia memahami alasan Kalla yang memilih teknologi narrow gauge besutan Jepang dibandingkan standard gauge yang memang lebih mahal. Teknologi standard gauge memiliki lebar trek 1.435 mm dan digunakan di antaranya oleh Korea Selatan.
"Saya tidak ada beda pendapat (dengan Jusuf Kalla). Wapres hanya khawatir investasi menjadi besar dengan standard gauge," kata Luhut usai konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (15/12).
(Baca: Kalla dan Luhut Beda Sikap soal Kereta Cepat Jakarta-Surabaya)
Dana yang dibutuhkan bila menggunakan teknologi narrow gauge sekitar Rp 51 triliun, sementara standard gauge diperkirakan mencapai Rp 150 triliun.
Sebelumnya Luhut pernah mengatakan bahwa dirinya lebih condong menggunakan teknologi standard gauge. Alasannya, teknologi ini lebih maju dibandingkan narrow gauge. Di dunia pun, hanya tinggal Indonesia, Jepang, dan Australia yang menggunakan teknologi narrow gauge.
Dirinya juga menambahkan walaupun hingga saat ini pembiayaan akan datang dari Jepang namun pemerintah masih membuka opsi apabila ada negara lain menawarkan proyek ini lebih murah. Tetapi hingga saat ini dirinya menyatakan pemerintah masih memprioritaskan Negeri Sakura tersebut.
"Tapi sekarang kami ajak mereka (Jepang) pada posisi itu (lebih murah, dan seharusnya mereka mau," ujarnya.
Luhut juga menyatakan pemerintah masih akan mencari pilihan yang terbaik dalam menentukan pendanaan proyek tersebut. “Jadi jangan sampai nanti ada orang lain (selain Jepang) bisa mendanai lebih murah, tapi kami (tetap) ambil mereka (Jepang),” kata Luhut dalam keterangan resmi Kemenko Kemaritiman.
Kalla memutuskan memilih teknologi narrow gauge setelah bertemu dengan perwakilan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Duta Besar Jepang Masafumi Ishii pada Rabu (13/12).
(Baca: Luhut: Jepang Belum Pasti Garap Kereta Cepat Jakarta-Surabaya)
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan penggunaan narrow gauge akan membuat pembangunan rel simultan dengan jalur kereta Jawa Utara yang telah ada sebelumnya. "Dan anggarannya lebih terjangkau," kata dia.
Jepang meminta pendanaan dengan skema pinjaman yang menggunakan dana APBN. Perihal soal pendanaan, Kalla belum menyepakati permintaaan Jepang.
"Kami minta harga turun. Wapres minta anggaran dioptimalisasi sehingga lebih rendah," kata Budi.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan melakukan kajian proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya yang diperkirakan selesai pada Maret 2018. Pemerintah akan membandingkan hasil kajian antara Korea Selatan, Jepang dan juga Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Meski lebih mahal, standard gauge merupakana teknologi modern dengan kecepatan lebih baik. Dengan teknologi ini, kereta bisa menempuh Jakarta-Surabaya hanya dengan waktu 3,5 jam dengan kecepatan 200 kilometer per jam.
Sementara itu, dari hasil pra-studi kelayakan yang dilakukan Japan International Cooperation Agency (JICA), dengan menggunakan sistem narrow gauge, jarak 748 kilometer Jakarta - Surabaya akan ditempuh dalam waktu 5,5 jam dengan kecepatan rata-rata 160 kilometer per jam.
(Baca: Adu Jepang dan Korsel, Kajian Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Maret 2018)