Pemerintah sedang mengkaji rencana untuk memperkecil porsi saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan tidak ada masalah jika porsi kepemilikan BUMN kecil, karena pada akhirnya proyek ini akan kembali ke negara.

Dia mencontohkan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) alias Inalum yang sebelumnya dimiliki mayoritas oleh pihak Jepang dan kepemilikan Indonesia lebih kecil. Namun, setelah perjanjian dengan Jepang berakhir, perusahaan pengolah alumina di Sumatera Utara ini akhirnya dimiliki sepenuhnya oleh Indonesia.  

Sama halnya dengan perusahaan patungan konsorsium BUMN Indonesia dan Tiongkok yang akan menggarap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yakni PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Meski nantinya kepemilikan konsorsium BUMN Indonesia di KCIC sedikit, tapi setelah masa konsesinya habis, proyek tersebut akan menjadi milik negara.

"Seperti Inalum, kan enggak apa-apa orang lain jadi majority. Nanti setelah 40 tahun kan kembali juga ke kita (Indonesia) 100 persen," kata Luhut saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/7). (Baca: Pemerintah Ubah Masa Konsesi Kereta Cepat Jakarta-Bandung)

Luhut juga merasa konsorsium BUMN yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia tidak bermasalah jika porsi sahamnya dikurangi di KCIC. Ini lantaran BUMN tersebut akan lebih difokuskan untuk menggarap proyek yang keekonomiannya lebih rendah.

"Jadi melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) akan banyak di infrastruktur yang seperti itu," katanya.

Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Luhut dan Menteri BUMN Rini Soemarno untuk mengkaji kemungkinan untuk mengurangi porsi saham BUMN di KCIC, dari yang saat ini sebesar 60 persen menjadi hanya 10-20 persen. Mengurangi porsi kepemilikan ini bertujuan untuk memperkecil risiko yang akan ditanggung BUMN pada proyek tersebut.

(Baca: Jokowi Minta Kaji Saham BUMN di Kereta Cepat Cina Turun Jadi 10-20%)

"Sekarang kan 60 persen (BUMN) : 40 persen (Tiongkok atau Cina). Presiden tadi bilang mengapa tidak 10 persen untuk (BUMN) Indonesia lalu 90 persen Tiongkok untuk memperkecil risiko," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.

 Meski begitu, Luhut mengaku belum bisa memastikan berapa besar porsi saham BUMN yang akan dikurangi. Saat ini kajiannya masih dilakukan dan ditargetkan selesai dalam sepekan. Rencananya pada pekan depan Menteri Rini akan menyerahkan hasil kajian tersebut kepada Presiden.

Setelah itu Jokowi akan mengevaluasi kajian tersebut sebelum diputuskan berapa besaran porsi saham BUMN Indonesia di KCIC. Meski begitu, ini masih belum final. Indonesia masih harus bernegosiasi lagi dengan pihak Tiongkok, terkait kesediaan mengambil mayoritas saham sesuai tawaran Indonesia.

(Baca: Buat Terowongan, Biaya Proyek Kereta Cepat Membengkak Rp 10 Triliun)