Utang dari ADB Rp 26 Triliun untuk Infrastruktur Bisa Cair Mei

ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Proyek pembangunan kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) di Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (12/3).
21/3/2017, 17.56 WIB

Dana yang dibutuhkan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur sangat besar. Salah satu sumbernya dari lembaga keuangan dunia. Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) berencana mencairkan pinjaman senilai US$ 2 miliar atau lebih Rp 26 triliun dalam waktu dekat ini.

Deputy Country Director ADB untuk Indonesia Sona Shrestha menyatakan, pinjaman itu dalam proses pencairan dan diharapkan sudah bisa dikucurkan setelah Mei mendatang. "Kami selesaikan approval-nya pada April atau Mei, setelahnya dapat dimulai (pencairannya)," katanya dalam acara seminar tentang infrastruktur yang diselenggarakan oleh ADB di Jakarta, Selasa (21/3).

(Baca: Ada Lebih 243 Proyek, Revisi Daftar Proyek Strategis Segera Rampung)

Menurut dia, pinjaman tersebut merupakan bagian dari komitmen pinjaman ADB sebesar US$ 2 miliar per tahun hingga 2019. Dananya khusus untuk membiayai beberapa proyek infrastruktur yang dibiayai pemerintah. Beberapa di antaranya adalah proyek energi, irigasi, sistem pengelolaan air, serta pengembangan kawasan perkotaan.

Tak cuma proyek pemerintah, ADB juga berkomitmen membiayai proyek infrastruktur besutan pihak swasta. Tahun lalu, ADB mengucurkan pinjaman sebesar US$ 475 juta. Namun, Direktur ADB Edimon Ginting mengatakan, pihaknya belum menargetkan nilai pinjaman bagi sektor swasta pada tahun ini.

(Baca: Jokowi Minta 34 Pembangkit Listrik Mangkrak Dilanjutkan)

Ia menambahkan, ADB mengucurkan pinjaman ke pihak swasta untuk membiayai proyek infrastruktur di sektor energi baru dan terbarukan. "Juga untuk infrastruktur seperti bandara," katanya.

Di tempat yang sama, Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Wismana Adi Suryabrata mengatakan, dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia mencapai US$ 73 miliar. Namun, pemerintah hanya sanggup membiayai US$ 23 miliar.

Oleh sebab itu, pemerintah akan memobilisasi kebutuhan dana infrastruktur dari sumber-sumber lain. Alternatifnya adalah menggali pembiayaan jangka panjang yang memiliki potensi dana kelolaan besar.

(Baca: Libatkan TNI, Kementerian PUPR Bangun Jalan 520 Km di Perbatasan)

Wismana mencontohkan potensi pendanaan dari dana pensiun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Juni 2016 jumlah kelolaan dana pensiun mencapai Rp 956 triliun. Dana sebesar itu dapat dimanfaatkan jika dialihkan untuk membiayai proyek pembangunan infrastruktur.