Ekspor Perhiasan Turun, Surplus Neraca Dagang Februari Menyusut

Katadata | Arief Kamaludin
15/3/2017, 15.36 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan pada Februari 2017 sebesar US$ 1,32 miliar. Nilainya menyusut dari surplus bulan sebelumnya yang sebesar US$ 1,4 miliar. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, surplus menyusut lantaran kinerja ekspor menurun.

Pada Februari lalu, nilai ekspor mencapai US$ 12,57 miliar atau turun 6,2 persen dibanding bulan sebelumnya. Penyebabnya, ekspor di luar minyak dan gas (nonmigas) terkontraksi 6,21 persen secara nilai dan 6,65 persen dari sisi volume.

Penurunan ekspor tebesar terjadi pada produk perhiasan yang turun US$ 489 juta. Ekspor bijih, kerak, dan abu logam juga turun sebesar US$ 228 juta. Di sisi lain, ekspor lemak dan minyak nabati tercatat tumbuh paling tinggi yaitu sebesar US$ 684 juta. (Baca juga: Cile akan Jadi Gerbang Ekspor Indonesia ke Amerika Latin)

Untungnya, penurunan ekspor ini juga diiringi dengan impor yang secara bulanan terkontraksi 5,96 persen menjadi US$ 11,26 miliar. Alhasil, surplus neraca dagang tidak turun drastis. Penurunan impor terjadi lantaran harga sejumlah komoditas impor menyusut.

“Ada beberapa komoditas impor yang turun harganya, seperti mesin dan peralatan listrik,” ujar Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Rabu (15/3). Kondisi ini menyebabkan impor non migas turun 12,93 persen secara nilai dan dari sisi volume susut 29,9 persen.

Dengan perkembangan ini, maka secara kumulatif neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2017 ini (Januari-Februari) tercatat surplus US$ 2,75 miliar. Surplus tersebut didapat dari realisasi ekspor yang mencapai US$ 25,98 miliar, dikurangi impor senilai US$ 23,22 miliar.

Meski begitu, Indonesia tercatat masih mengalami defisit perdagangan dengan sejumlah negara. Defisit perdagangan terbesar terjadi dengan Cina yaitu sebesar US$ 1,96 miliar. Defisit perdagangan ini diproyeksi bakal makin lebar bila ekonomi Negeri Tirai Bambu tersebut terus melambat. 

“Melihat besarnya pangsa ekspor ke Cina, pasti pergerakan ekonomi di sana akan berpengaruh. Tapi tren terakhir ekonominya mereka nggak turun-turun sekali,” kata Suhariyanto. (Baca juga: Indonesia - Arab Saudi Kaji Kemungkinan Perdagangan Bebas)

Selain dengan Cina, Indonesia juga mengalami defisit dengan Thailand dan Australia senilai US$ 567 juta dan US$ 422 juta. Sedangkan dengan India, Amerika Serikat (AS), dan Belanda, Indonesia membukukan suplus neraca dagang masing-masing sebesar US$ 1,76 miliar, US$ 1,58 miliar, dan US$ 553 juta.

Adapun, sepanjang Januari-Februari lalu, komoditas ekspor yang mengalami peningkatan signifikan yaitu perhiasan dan permata yang naik US$ 257 juta. Mayoritas komoditas ekspor tersebut diekspor ke Swiss, Singapura, dan Hongkong. Selain itu, karet dan barang dari karet juga meningkat US$ 43 juta.

Sementara itu, komoditas yang ekspornya turun, yaitu bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$ 316 juta, serta bahan bakar mineral termasuk batubara sebanyak US$ 301 juta.

Di sisi lain, produk impor yang meningkat paling besar yakni kendaraan dan bagiannya sebesar US$ 118 juta dan serealia US$ 85 juta. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan impor di antaranya, mesin dan peralatan listrik; mesin dan alat mekanik; senjata amunisi; perhiasan; plastik dan barang dari plastik.