Neraca perdagangan Indonesia pada Juli lalu mencetak surplus sebesar US$ 598,3 juta. Meski begitu, kinerjanya masih melemah ditandai dengan penurunan nilai ekspor maupun impor.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor pada Juli lalu mencapai US$ 9,5 miliar atau menurun 26,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Begitu pula dibandingkan Juli tahun lalu yang menurun 17 persen. Sedangkan secara kumulatif nilai ekspor Januari-Juli tahun ini mencapai US$ 79,1 miliar atau lebih rendah 12 persen dibanding periode sama 2015.
Secara lebih rinci, Kepala BPS Suryamin menjelaskan, ekspor nonmigas Juli 2016 sebesar US$ 8,5 miliar. Nilainya anjlok 27,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya, dan lebih rendah 15,2 persen daripada Juli 2015.
(Baca: Pemerintah Ramal Penurunan Ekspor Sampai Akhir Tahun)
Penurunan terbesar ekspor nonmigas terjadi pada perhiasan atau permata sebesar US$ 290 juta atau 45,14 persen dibandingkan Juni 2016. Sedangkan peningkatan terbesar pada benda-benda dari besi dan baja, yaitu 130,8 persen atau senilai US$ 125,3 juta.
Sedangkan ekspor migas pada Juli 2016 mencapai US$ 1 miliar, menurun 15,9 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan terbesar pada ekspor hasil minyak sebesar 21,6 persen dan ekspor minyak mentah turun 26,2 persen. Hal ini sejalan dengan penurunan harga minyak mentah Indonesia (ICP) di pasar dunia.
Di sisi lain, nilai impor pada Juli lalu mencapai US$ 8,92 miliar, anjlok 26,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Begitu pula dibandingkan Juli tahun lalu, yang lebih rendah 11,6 persen. Impor nonmigas mencatatkan penurunan terbesar, yaitu 27,9 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 7,4 miliar. Ini merupakan nilai impor nonmigas terendah dalam setahun terakhir.
Peningkatan impor nonmigas terbesar adalah golongan kapal laut dan bangunan terapung. Sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan mekanik. (Baca: Kinerja Ekspor Mulai Membaik, Surplus Dagang Juni Naik Tinggi)
Adapun impor migas Juli 2016 mencapai US$ 1,47 miliar atau turun 16,84 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Begitu pula dibandingkan Juli tahun lalu yang turun 35,8 persen.
Berdasarkan golongan penggunaan barang, semua tiga golongan barang impor mencatatkan penurunan nilai. Impor barang konsumsi pada Juli 2016 anjlok 36,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan impor bahan baku/penolong dan barang modal menurun masing-masing 24,4 persen dan 29 persen.
Adapun selama Januari-Juli tahun ini, nilai impor bahan baku/penolong dan barang modal menurun masing-masing 12,1 persen dan 15,2 persen dibandingkan periode sama 2015. Sebaliknya, pada periode tersebut, impor barang konsumsi meningkat 12,3 persen. (Baca: Ekspor April Masih Lesu, Industri Manufaktur Terus Tumbuh)
Menurut Suryamin, salah satu faktor utama penurunan kinerja ekspor-impor pada Juli lalu adalah musim libur panjang Lebaran pada awal Juli lalu. "Kami menduga bulan Juli 2016, waktu efektif kerja hanya 16 hari," ujarnya dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Senin (15/8).
Selain itu, ekonomi global yang masih mengalami pelemahan juga mempengaruhi kinerja ekspor-impor Indonesia. Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat pada Juli 2016 yang tertinggi, yaitu US$ 990 juta. Disusul ke Cina US$ 920 juta dan Jepang US$ 820 juta. Kontribusi ke tiga negara itu mencapai 32,04 persen dari total ekspor Indonesia pada Juli 2016.