Menteri Perindustrian Diharapkan dari Kalangan Industrialis

KATADATA
KATADATA | Agung Samosir
Penulis:
Editor: Arsip
18/8/2014, 17.04 WIB

Selain itu, menteri perindustrian yang baru dapat menjalin koordinasi dengan kementerian lain, terutama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ?Persoalan yang dihadapi industri saat ini menyangkut kepastian energi. Selain mahal, kapasitasnya pun terus berkurang,? kata Ade.

Sementara itu, Faisal Basri, ekonom dari Universitas Indonesia, menilai menteri perindustrian ke depan perlu melakukan restrukturisasi kebijakan bea keluar dan bea masuk. Kebijakan ini dinilai telah menghambat perkembangan industri dalam negeri.

Menurutnya, pelaku industri saat ini lebih memilih berdagang ketimbang mengolahnya sendiri. Dia mencontohkan, untuk membeli bahan baku pulpen dikenakan bea masuk sebesar 15 persen sedangkan jika mengimpor masuk pulpennya tidak dikenakan bea masuk.

Hal inilah, menurutnya, yang menyebabkan kontribusi sektor industri melemah terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi hanya 23,6 persen. ?Seharusnya naik dulu 35 persen baru turun. Kita baru 29 sudah turun. Jadi ada deindustrialisasi,? kata dia.

Saat ini pun, lanjutnya, sektor industri hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 14 persen dari seharusnya bisa mencapai 25 persen. Semua ini, menurutnya, karena kebijakan industrialisasi yang lemah.

?Restrukturisasi kebijakan bea keluar ini pasti dilalukan saat Pak Jokowi naik. Bisa kok itu dilakukan,? tuturnya. 

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Aria W. Yudhistira