Perdagangan RI Mestinya Surplus terhadap China

Arief Kamaludin | KATADATA
KATADATA | Donang Wahyu
Penulis:
Editor: Arsip
13/12/2013, 00.00 WIB

KATADATA ? Indonesia semestinya mengambil keuntungan dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap yuan China (renminbi). Sejak awal tahun, pelemahan rupiah terhadap yuan sudah mencapai sekitar 27 persen.

Secara teoritis pelemahan rupiah seharusnya membuat ekspor Indonesia ke negeri panda menjadi lebih kompetitif. ?Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Indonesia terus mengalami defisit terhadap China,? kata Budi Hikmat, Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Management, dalam Catatan Akhir Tahun 2013 Bahana.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama Januari-Oktober 2013 neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit US$ 7,18 miliar terhadap China. Ini meningkat sekitar 4 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Di sektor manufaktur, berdasarkan riset Bahana, defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 8,7 miliar terhadap China. Sementara negara tetangga ASEAN lainnya, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia justru mengalami surplus. Thailand surplus US$ 1,3 miliar, Filipina US$ 6,7 miliar, sedangkan Malaysia surplus US$ 20,5 miliar.

Defisit sektor manufaktur, kata Budi,  memperkuat dugaan bahwa Indonesia tengah mengalami proses de-industrialisasi. Makanya, selain stabilisasi makroekonomi dan pembangunan infrastruktur, pemerintah juga perlu mempercepat reformasi ekonomi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing produk ekspor.

Halaman:
Reporter: Aria W. Yudhistira