Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengusulkan kepada seluruh pabrik yang berada di bawah asosiasi untuk tak memaksakan diri membayarkan tunjangan hari raya (THR) secara langsung. Hal ini mempertimbangkan kemampuan keuangan masing-masing perusahaan yang sebagian besar tengah tertekan seiring dampak Covid-19.
Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri mengatakan beberapa pabrik sepatu telah berkomunikasi dengan serikat buruh terkait skema pembayaran THR, agar tak merugikan salah satu pihak.
Sebab, jika pembayaran THR dipaksakan diberikan secara langsung, dikhawatirkan akan mengancam daya tahan industri di tengah minimnya pesanan atau penjualan sepatu. Akibatnya, bisa terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK lantaran keuangan perusahaan terganggu.
(Baca: Terpukul Corona, Pengusaha Tekstil Bakal Bayar THR dengan Cara Dicicil)
"Kami menganjurkan dibayar sesuai kemampuan, karema masing-masing perusahaan kan berbeda, ada yang mampu dan ada yang tidak. Bagi yang mampu kami kembalikan lagi agar jangan memaksakan diri, kalau memang perlu dinegosiasikan," kata Firman kepada katadata.co.id, Jumat (15/5).
Menurut dia, dalam kondisi seperti ini sangat diperlukan keterbukaan antara pengusaha dan serikat pekerja terkait kondisi keuangan pabrik melalui komunikasi antara pengusaha dan serikat pekerja.
Jika pekerja terus memaksakan agar THR dibayarkan sepenuhnya, maka kelangsungan bisnis akan terancam. Keadaannya semakin tak menentu lantaran beberapa stimulus yang dijanjikan pemerintah tak banyak membantu sektor industri strategis ini.
Pasalnya, secara nilai, stimulus pemerintah hanya sebatas pada kompensasi atas kerugian perusahaan. "Sedangkan saat ini, beban gaji karyawan yang sangat besar, terlebih kami sudah tidak produksi sehingga tak ada pemasukan. Jadi bebannya tenaga kerja, cicilan perbankan dan sebagainya kalau itu dikomparasi dengan stimulus pemerintah belum seberapa," kata dia.
Kondisi serupa sebelumnya juga disampaikan oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang terpaksa harus membayar THR dengan cara dicicil atau bertahap. Sekretaris Eksekutif API Rizal Tanzil Rakhman mengatakan industri tengah mengalami kesulitan produksi.
Dampak Covid-19 yang diikuti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh pemerintah telah menyebabkan banyak pabrik tutup dan tidak bisa beroperasi. Di sisi lain, biaya produksi hingga kini masih berjalan.
(Baca: Pemprov DKI Jakarta Minta Semua Perusahaan Bayar THR Sesuai Ketentuan)
Oleh karena itu, pihaknya masih menunggu sejumlah keringanan yang dijanjikan pemerintah seperti terkait biaya listrik, BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan serta keringanan kredit perbankan. Hal ini sangat diperlukan untuk melanjutkan kelangsungan bisnis di tengah krisis.
"Kami menanggapi positif apa yang sudah dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja sambil menunggu peraturan teknisnya. Tapi intinya industri diberikan keleluasaan untuk pembayaran THR seperti apa berdasarkan kesepakatan dengan serikat pekerja," katanya kepada katadata.co.id, Rabu (13/5).
Adapun berdasarkan catatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia kedua sektor padat karya ini merupakan industri dengan jumlah karyawan yang dirumahkan dan PHK terbesar di Indonesia.
Tercatat, industri tekstil menyumbangkan pengangguran sebanyak dua juta jiwa sedangkan industri alas kaki menyumbangkan pengangguran sebanyak satu juta jiwa. Jumlah tersebut masih akan terus bertambah seiring dengan tidak adanya kejelasan penanganan wabah.