PLN Terancam Rugi Besar, Pemerintah Kaji Lagi Subsidi Listrik Industri

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/aww.
Pemerintah masih terus mengkaji subsidi listrik bagi industri terdampak Covid-19, pasalnya PLN berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp 9 triliun dari sektor industri tersebut.
15/6/2020, 14.35 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan penurunan tarif listrik untuk industri yang terdampak pandemi corona masih menunggu hasil kajian dengan beberapa kementerian terkait. Pasalnya, potensi hilangnya pendapatan PLN dari stimulus tersebut sangat besar.

Direktur Bina Usaha Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Hendra Iswahyudi mengatakan, pendapatan PLN dari sektor bisnis industri manufaktur dan perhotelan bisa mencapai Rp 9,1 triliun per bulan. Kendati demikian, upaya pemberian stimulus menjadi fokus pemerintah untuk membangkitkan perekonomian yang terpukul pandemi.

"Industri termasuk pertokoan, hotel, dan mal ini yang jadi fokus kami saat ini, di mana dari bisnis dan industri ini kalau ditotal ada 682.691 pelanggan. Dalam sebulan pendapatan PLN dari golongan tersebut Rp 9,1 triliun. Ini angka yang tidak sedikit jadi perlu didiskusikan untuk golongan industri ini," kata dia dalam diskusi daring di Jakarta, Senin (15/6).

Menurut dia, sektor industri tersebut menyumbangkan 65% pendapatan PLN, sedangkan bisnis di sektor lainnya terdapat 55.553 pelanggan dengan kontribusi pendapatan Rp 6 triliun atau setara 35% setiap bulannya. Sementara itu, untuk subsidi tarif listrik bagi rumah tangga dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sudah terealisasikan.

(Baca: Pemerintah Akan Beri Keringanan Tagihan Listrik Bagi Industri)

Adapun keringanan biaya listrik yang diuslkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yakni keringanan biaya tagihan listrik untuk periode berlangganan 1 April-31 Desember 2020 dan usulan tersebut berupa penghapusan biaya minimum untuk pemakaian 40 jam konsumsi listrik.

Ini juga termasuk bagi pelanggan industri premium yang menggunakan 233 jam konsumsi listrik. "Kami sama-sama mendiskusikan di bawah Kemenko Perekonomian, jadi kalau untuk stimulus masalah biaya energi minimum bagaimana bisa mengangsurnya ini secara regulasi merupakan kewenangan korporasi," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan untuk merealisasikan stimulus tersebut membutuhkan anggaran sebesar Rp 1,85 triliun. Insentif lain yang bakal diberikan yakni penundaan pembayaran 50% tagihan listrik mulai April hingga September 2020 dengan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan.

 “Jumlah stimulus yang dibutuhkan sebesar Rp 1,85 triliun selama sembilan bulan,” kata Agus dilansir dari laman resmi Kementerian Perindustrian, Kamis (11/6).

(Baca: Beban Meningkat Signifikan, Kuartal I PLN Bukukan Rugi Bersih Rp 38 T)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto