Industri baja dalam negeri terancam karena tingginya impor baja dari Tiongkok. Harga baja dari Tiongkok yang cenderung murah dibandingkan baja dalam negeri, dikhawatirkan mengancam kelangsungan usaha produsen baja tanah air.
Jika hal itu terjadi, maka lebih dari 100 ribu pekerja industri baja nasional, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Juga menurut data BPS, pada 2019 besi dan baja menempati posisi ke-3 komoditas impor non-migas terbesar. Nilainya mencapai US$ 7,63 miliar atau Rp 106,8 triliun.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, untuk mencegah hal tersebut, pemerintah melalui Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag), perlu melanjutkan perlindungan safeguard, khususnya terhadap produk I-H section.
“Mudah-mudahan Kemendag bisa memberikan perpanjangan safeguard industri baja. Di tengah pandemi Covid-19, beri kemudahan memperpanjang safeguard,” kata Said dalam konperensi pers virtual, Kamis (21/1).
Said menuturkan, safeguard berperan penting dalam melindungi produk dalam negeri dari maraknya produk impor. Jika safeguard kepada pabrik baja nasional tidak diperpanjang, dikhawatirkan perusahaan tidak mampu bersaing dengan produk impor murah.
Akibatnya, industi baja menutup unit usaha, sehingga menyebabkan PHK. “Kalau tidak diperpanjang, atau diperbaharui izinnya, perusahaan industri baja pasti kolaps dalam tiga bulan, tidak butuh waktu satu atau dua tahun,” ujar dia.
Said beralasan, dalam sistem perdagangan internasional pun, perlindungan seperti safeguard dan anti dumping masih dibutuhkan. Menurutnya, melalui perlindungan tersebut, industri baja dalam negeri dapat bersaing dengan baik.
Perlindungan pun pantas diberikan, karena menurut dia murahnya baja Tiongkok didorong oleh unfair trade. Dalam hal ini, pemerintah Tiongkok memberi subsidi terhadap industri baja mereka. Bahkan, pemerintah setempat memberi subsidi untuk kebijakan lingkungan.
“Di Indonesia, kebijakan lingkungan termasuk limbah B-3 slag, sehingga scrap tanpa impunitas harus ditanggung industri baja. Ini menjadi beban finansial dan meningkatkan biaya produksi,” ujarnya.
Sebelumnya, Indonesia Iron and Steel Indusrty Association (IISIA) Widodo Aji menyebutkan, selama pandemi Covid-19, industri baja nasional bakal dibanjiri produk impor. Karenanya, pelaku usaha meminta dilakukan perlindungan perdagangan anti-dumping dan safeguard dan sunset review.
IISIA pun meminta inovasi kebijakan dapat dilakukan untuk mempercepat proses tersebut, sebelum industri semakin merugi.
Sebelumnya, Ketua KPPI, Mardjoko mengatakan, pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS), dapat diberikan dalam waktu kurang dari tiga bulan. Bahkan, ia menyebutkan BMTPS dapat diberikan dalam waktu satu bulan.
“BMPTS itu ibarat orang lagi sakit keras, masuk UGD dan harus mendapatkan pertolongan cepat. Ini bisa kami lakukan dalam sebulan,” kata Mardjoko.
Percepatan pengenaan BMTPS telah diterapkan untuk produk benang kain dan tirai yang dilakukan kurang dari tiga bulan. Hal ini dapat dilakukan dengan analisis laporan keuangan industri, yakni melalui rasio solvabilitas, likuiditas, hingga rasio profitabilitas.