Tiga Kunci Masalah Daya Saing Kawasan Industri Indonesia di Dunia

KemenPUPR
Pembangunan kawasan industri terpadu Batang.
Penulis: Andi M. Arief
28/1/2022, 07.45 WIB

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan ada tiga isu global yang dapat mempengaruhi daya saing Kawasan Industri nasional. Ketiga isu itu adalah lingkungan, teknologi, dan halal. Dengan mengatasi tiga masalah itu maka akan meningkatkan daya saing dan nilai tambah kawasan industri nasional.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan salah satu cara untuk menjawab tiga isu itu adalah dengan menghadapinya sekaligus. Dengan kata lain, membuat kawasan industri dengan konsep pengembangan Smart Eco Industrial Park dengan prinsip halal.

"(Konsep itu) akan menjadi sebuah platform bagi kawasan industri di Indonesia, yang ditawarkan kepada kemitraan global dalam rangka memperkuat daya tawar kawasan industri nasional sebagai kekuatan yang menarik dalam global supply chain dan halal global network,” kata Agus dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).

Secara rinci, Agus menilai isu industri hijau kini menuntut industri untuk melakukan konsep industri yang ramah lingkungan melalui pembangunan Eco Industrial Park. Menurutnya, Konsep ini merupakan bentuk pengembangan kawasan industri generasi ketiga.

Konsep industri hijau bertujuan untuk mewujudkan efisiensi energi, efisiensi pengelolaan sumber daya air, optimalisasi pengelolaan aliran bahan dan buangan ke lingkungan, dan integrasi aspek sosial, ekonomi, serta kualitas lingkungan.

Adapun, konsep smart industry dituntut untuk dapat memanfaatkan teknologi sesuai era revolusi industri 4.0. Artinya, kawasan industri didorong untuk membangun infrastruktur digital dan mentransformasi digital pengelolaannya. "Sehingga dapat mempermudah komunikasi dan pemberian layanan kepada tenant,” kata Agus.

Dari ketiga isu itu, hanya industri halal yang baru diterapkan secara menyeluruh di dalam negeri. Sejauh ini telah ada beberapa kawsan industri halal, seperti Modern Cikande Industrial Estate, Bintan Inti Industrial Estate, dan Kawasan Industri Halal Safe & Lock.

Di sisi lain, Agus mendata tingkat okupansi kawasan industri di dalam negeri di bawah 50%. Dari 65.532 hektar total luas di 135 KI nasional, baru 46% lahan atau seluas 30.464 yang digunakan oleh pelaku industri.

Agus mengatakan pengelola KI memiliki peran dan tanggung jawab besar untuk menciptakan dan menjaga iklim investasi yang kondusif di KI. Pasalnya, pelaku industri telah diwajibkan negara untuk berlokasi di dalam KI.

“Investasi yang dipersiapkan oleh pengelola kawasan industri tersebut turut meningkatkan daya saing kawasan industri di Indonesia khususnya di ASEAN untuk menarik minat investor menanamkan modal,” kata Agus.

Untuk mendukung investasi pengelola KI, Agus berujar pihaknya telah menerbitkan dua kebijakan, yakni Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dan membolehkan pengelola KI untuk menyediakan gas bagi pelaku industri di dalam KI.

“Alternatif ini (penyediaan gas oleh pengelola KI) memerlukan infrastruktur Storage Regassification Unit (SRU) karena penyediaan gas dilakukan dengan pengapalan dan berupa LNG,” ucap Agus.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM No.8/2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan HGBT di Bidang Industri, ada tujuh industri yang menerima harga gas US$ 6 per MMBTU, antara lain pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Agus mengatakan salah satu cara mengoptimalisasi beleid itu adalah mendekatkan lokasi PT Perusahaan Gas Negara dengan KI. Menurutnya, hal itu merupakan salah satu cara koordinasi dalam rangka penyiapan jaringan transmisi dan distribusi gas industri.

Reporter: Andi M. Arief