Masalah Utang Garuda Tak Kunjung Usai, Bakal Digantikan Pelita Air?

Garuda.Indonesia/instagram
Garuda Indonesia
14/4/2022, 12.30 WIB

PT Garuda Indonesia Tbk masih terbelit masalah utang dan dalam proses gugatan pailit Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Di tengah beragam persoalan yang membelit, muncul kabar PT Pelita Air Service (PAS) akan mengambil alih posisi Garuda sebagai maskapai penerbangan nasional.  

Pelita Air merupakan maskapai yang awalnya didirikan untuk memenuhi kebutuhan Pertamina, baru saja mendatangkan dua pesawat Airbus A320 pada Senin (11/4) lalu.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih optimistis dapat menyelamatkan Garuda. Pemerintah juga  belum memiliki rencana untuk mengganti emiten berkode GIAA ini sebagai maskapai penerbangan nasional dengan perusahaan lain, termasuk Pelita Air.

"Pelita itu mengisi kekosongan kekurangan jalur pesawat saat ini dan belum ada rencana untuk dijadikan flag carrier," kata Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga kepada Katadata, Kamis (14/4). 

Jumlah armada Garuda Indonesia yang beroperasi  saat ini telah anjlok dari ratusan menjadi 35 unit. Oleh karena itu, sebagain kekosongan tersebut dibantu oleh Pelita Air. 

Proses PKPU Garuda Indonesia telah diperpanjang sebanyak dua kali. Sebelumnya, Majelis Hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memberikan waktu PKPU hingga 21 Januari 2022. Masa PKPU tersebut kemudian diperpanjang 60 hari hingga 21 Maret 2022.

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kembali memperpanjang PKPU selama 60 hari hingga 20 Mei 2022. Perpanjangan ini dilakukan secara aklamasi atas permintaan dari debitur dan mayoritas kreditur. 

Berdasarkan data tim pengurus PKPU Garuda Indonesia per 16 Maret 2022, kreditur GIAA yang belum selesai melakukan verifikasi sebanyak 229 kreditur dengan nilai klaim Rp139,10 triliun. Kreditur tersebut terdiri dari 63 kreditur yang belum menghadiri verifikasi, 163 kreditur belum selesai dalam proses pencocokan dengan pencatatan debitur, dan 3 kreditur belum hadir dalam rapat pra verifikasi maupun verifikasi tagihan.

Menurut Arya, Komisi VI DPR mendukung skema-skema penyelesaian Garuda Indonesia yang telah disusun bersama Kementerian BUMN. Selain itu, penyelesaian masalah perusahaan plat merah itu mendapatkan bentuk dukungan legislator lainnya dengan pembentukan Panitia Kerja (Panja) Penyelamatan Garuda Indonesia. 

Panitia kerja dianggap dapat membantu mengatasi masalah Garuda yang saat ini terbelit utang sebesar US$ 9,8 miliar atau setara Rp 140,56 triliun (asumsi kurs Rp 14.343/US$). Di samping itu, Panja dinilai dapat menjadi dukungan politik untuk mempertahankan Garuda sebagai maskapai nasional.

Arya optimistis Garuda Indonesia dapat beroperasi seperti sebelum pandemi Covid-19, bahkan lebih baik. Salah satu strategi yang akan diterapkan adalah memprioritaskan rute-rute penerbangan dengan volume penumpang tinggi. 

Dia menilai, performa Garuda Indonesia dapat pulih jika konsisten menjalani tahapan restrukturisasi. Selain itu, kondisi keuangan perseroan dinilai dapat lebih baik dari sebelum pandemi jika fokus terbang pada rute-rute yang menguntungkan.

"Saat ini Garuda mengutamakan jalur yang menguntungkan serta memonitisasi logistik," kata Arya. 

Berdasarkan laporan keuangan GIAA, komposisi pendapatan penerbangan penumpang dan kargo perseroan bergeser dari sebelumnya. Kontribusi pendapatan penerbangan penumpang hingga kuartal III-2021 turun menjadi 41% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 64,1%. Sementara itu, pendapatan dari penerbangan kargo naik dari 5,8% menjadi 32%. 

Pertumbuhan pendapatan GIAA terbesar selama Januari-September 2021 datang dari bisnis penerbangan kargo dan dokumen terjadwal. Bisnis itu tumbuh 42,77% secara tahunan dari realisasi 9 bulan di 2020 senilai US$ 180,77 juta menjadi US$ 257,79 juta. 

Performa ekspor nasional yang tumbuh per Agustus 2021 sebesar 64,1% membuat pengiriman barang ekspor lewat udara juga ikut tumbuh. Potensi itu dioptimalkan perseroan melalui lini bisnis kargo udara. 

 Sementara itu, pendapatan dari penerbangan penumpang terjadwal susut 35,37% secara tahunan hingga kuartal III-2021 menjadi US$ 475,05 juta dari US$ 735,51 juta. Penyusutan ini dinilai akibat dari pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada kuartal III-2021. 

Adapun, pendapatan dari penerbangan charter tidak terjadwal tercatat naik 28,26% secara tahunan pada Januari-September 2021 menjadi US$ 59,87 juta dari US$ 46,92 juta. 

Jumlah karyawan Garuda Indonesia sudah berkurang 2.727 orang sejak 2014 hingga 30 September 2021. Pada 30 September 2021, tercatat ada 14.065 karyawan Garuda Indonesia beserta anak usahanya (Grup Garuda).

Jumlah karyawan Grup Garuda tercatat sebanyak 17.197 orang pada 2014. Pada 2015, jumlah karyawan turun menjadi 16.792 orang. Jumlah karyawan turun lagi menjadi 16.551 orang pada 2016.  Pengurangan karyawan merupakan salah satu cara untuk menghemat biaya operasi.

 

 

Reporter: Andi M. Arief