Larang Ekspor CPO, Indonesia Bisa Kehilangan Devisa Triliunan Rupiah

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/tom.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (kanan) meninjau produksi minyak goreng di salah satu pabrik di Bekasi, Jawa Barat, Rabu, (16/3/2022).
23/4/2022, 15.35 WIB

Pemerintah Indonesia terancam kehilangan devisa hingga triliunan rupiah jika melanjutkan kebijakan larangan   ekspor bahan baku minyak goreng. Kebijakan itu juga akan mengundang protes dari negara importir bahan baku minyak goreng Indonesia.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi negara lain, khususnya importir bahan baku minyak goreng Indonesia, akan melakukan retaliasi kepada pemerintah Indonesia akibat kebijakan ini.

Retaliasi merupakan tindakan suatu negara sebagai balasan akibat adanya kebijakan perdagangan dari negara lain yang merugikan kepentingannya.

"Apakah masalah selesai? Tidak, justru (akan) diprotes oleh calon pembeli luar negeri. Cara-cara seperti itu harus dihentikan," kata Bhima kepada wartawan, Jumat (22/4). 

Bahan baku minyak goreng yang disorot Bhima adalah minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunnya yang termasuk dalam pos tarif 15. Menurut Bhima, CPO dan turunannya berkontribusi hingga 12% dari total ekspor non-migas nasional. 

Bhima mengatakan, nilai ekspor CPO per Maret 2022 mencapai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 43 Triliun (kurs Rp 14.356 per US$). Itu berarti, Indonesia akan kehilangan devisa negara dalam jumlah sangat besar jika kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng diterapkan dalam jangka waktu lama.

"Jika diterapkan sebulan, maka potensi devisa yang hilang bisa puluhan triliun rupiah," ujar dia.

Dia menilai larangan ekspor bahan baku minyak goreng tersebut belum tentu efektif mengatasi kelangkaan pasokan dalam negeri. Pemerintah seharusnya cukup kembali menerapkan aturan kewajiban pasar domestik (DMO) sebesar 20%, namun dengan pengawasan  lebih ketat.

Menurutnya, pasokan 20% dari total ekspor CPO nasional lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri. 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, konsumsi minyak goreng untuk kebutuhan rumah tangga hanya 4,8 juta ton atau 10% dari total kapasitas produksi CPO nasional.

Secara rinci, kebutuhan rumah tangga terbagi menjadi tiga produk, yakni kemasan premium sebesar 1,2 juta kiloliter, kemasan sederhana sebanyak 231 ribu kiloliter, dan migor curah sejumlah 2,4 juta kiloliter.

 Berdasarkan data GIMNI, sekitar 54% dari total produksi industri minyak goreng nasional berbentuk minyak goreng curah yang biasa dijual di pasar tradisional. Adapun, produksi minyak goreng kemasan mencapai 22,07%, sedangkan produksi minyak goreng untuk industri sekitar 23%. 

"Ini cuma sedikit kebutuhannya untuk minyak goreng," kata Sahat.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat nilai ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mencapai US$ 35 miliar pada 2021. Nilai ekspor CPO pada 2021 menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. 

Reporter: Andi M. Arief