Harga CPO Bakal Turun pada Juni Seiring Keran Ekspor Dibuka Indonesia

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/aww.
Pekerja mengangkut dan menata tandan buah segar kelapa sawit saat panen di Desa Jalin, Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Senin (23/8/2021).
Penulis: Yuliawati
4/5/2022, 16.52 WIB

Harga minyak nabati diperkirakan akan melandai dan turun mulai Juni. Harga minyak nabati diperkirakan turun seiring proyeksi pemerintah Indonesia akan kembali membuka keran ekspor atas minyak sawit mentah (crude palm oil atau CPO) dan produk turunannya. 

CEO Adani Wilmar, Angshu Mallick, mengatakan harga minyak nabati telah melewati puncaknya dan sudah saatnya turun. Harga minyak nabati melonjak sejak Februari karena ketegangan geopolitik dan dampak larangan ekspor oleh Indonesia, dapat turun hingga 15% pada Juni.

"Kami menilai harga minyak nabati telah melewati puncaknya, dan pada Juni, kami akan melihat pasar terkoreksi," kata Mallick dikutip dari The Financial Express, media asal India, Rabu (4/5).

Adani Wilmar merupakan perusahaan produksi dari aneka minyak nabati di India. Perusahaan ini kerjasama antara Grup Adani - konglomerasi di India- dan Grup Wilmar, perusahaan produsen minyak nabati asal Singapura yang banyak memiliki perkebunan di Indonesia.

Adani Wilmar memperkirakan Indonesia bakal mencabut larangan ekspor minyak sawit pada Mei. Bila terus melarang ekspor, Indonesia mengalami kelebihan stok CPO dan produk olahannya. Tempat penyimpanan dan pengolahan minyak sawit pun terbatas. “Mereka bisa menunggu 7-10 atau 15 hari, tetapi mereka harus mengekspor karena mereka tidak memiliki cukup penyimpanan untuk menyimpan minyak," kata Mallick. 

Dia memperkirakan Indonesia akan mencabut larangan ekspor mulai 10 Mei. "Saya rasa pada 10 Mei seharusnya sudah mulai ekspor dan harga harus mulai turun karena tidak ada alasan lagi untuk harga yang lebih tinggi,” katanya 

Harga CPO mencapai level tertinggi dalam satu dekade di atas US$ 1.200 pada 2021 karena produksi yang turun sedangkan permintaan selama tiga tahun terakhir terus meningkat. Konflik Rusia-Ukraina membuat harga CPO kembali meroket US$ 1.900 per ton, kemudian sempat menyentuh level US$ 2.010 per ton pada perdagangan Rabu (9/3/2022) di Bursa Komoditas Rotterdam.

Invansi Rusia menyebabkan pasokan minyak bunga matahari mentah dari Ukraina dan Rusia terganggu. Kedua negara itu menguasai lebih dari dua pertiga minyak bunga matahari global. Selain itu, produksi kedelai yang terganggu akibat musim kemarau, membuat permintaan substitusi minyak nabati semakin besar.

Pemerintah Indonesia pada Rabu (27/4) mengumumkan larangan ekspor berlaku bagi seluruh jenis bahan baku minyak goreng. Larangan tersebut berlaku untuk minyak sawit mentah atau CPO dan produk olahannya termasuk Refined bleached deodorized (RBD) Palm Olein, dan minyak goreng.

Kebijakan larangan ekspor tersebut sempat menuai protes karena dianggap akan memberikan masalah baru seperti lonjakan harga minyak nabati. Bahan baku minyak sawit mentah selama ini digunakan dalam beragam produk, seperti makanan, sabun, lipstik, dan bahkan tinta cetak.

Pasokan bahan baku yang dibutuhkan secara luas ini membuat langkah penyetopan ekspor CPO oleh Indonesia berdampak besar bagi dunia. Presiden Asosiasi Ekstraktor Pelarut India, Atul Chaturvedi, mengatakan kebijakan ini menyebabkan dampak inflasi ke banyak negara. "Jika rantai pasokan terganggu, perusahaan akan mencoba menjatah pasokan mereka karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi besok," kata Atul dikutip dari The Straits Times , Kamis (28/4).