Pemerintah Bakal Bangun Pabrik CPO dan RPO Mini Berbasis Koperasi

ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/pras.
Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Muara Sabak Barat, Tajungjabung Timur, Jambi, Jumat (10/7/2020). Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat permintaan produk sawit dunia mulai bergerak naik yang ditandai naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) pada Juli 2020 menjadi 662 dolar AS per metrik ton dibandingkan bulan sebelumnya yakni 569 dolar AS.
18/7/2022, 19.14 WIB

Pemerintah membahas usulan pembangunan pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak makan merah (red palm oil/RPO) mini berbasis koperasi. Pembangunan pabrik mini ini rencananya akan dimulai Januari 2023.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop-UKM), Teten Masduki, mengatakan bahwa upaya tersebut dilakukan sebagai salah satu solusi untuk menyerap tandan buah segar (TBS) dari petani sawit yang terkadang sulit dijual dan harganya rendah. Petani juga kerap tidak punya teknologi untuk mengolah sawitnya menjadi CPO dan RPO.

"Pak Presiden tadi sudah menyetujui untuk pembangunan minyak makan merah berbasis koperasi. Ini saya kira akan menjadi solusi karena 35 persen produksi sawit atau CPO ini berasal dari petani mandiri, petani swadaya," ujar Teten dalam keterangannya selepas mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin. Senin (18/7).

Dia mengatakan, hal ini juga menjadi solusi bagi distribusi minyak makan kepada masyarakat, karena luas lahan petani mandiri sebesar 41 persen lebih. "Karena minyak makan merah ini sudah diketahui sehat, kandungan proteinnya tinggi, kandungan vitamin A-nya tinggi," ujar Teten.

Teten menjelaskan, saat ini teknologi produksi untuk minyak makan merah sudah dirancang oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Kota Medan. Teten berharap PPKS dapat segera membuat Detail Engineering Design (DED) sehingga mesin tersebut bisa segera diproduksi untuk menjadi proyek percontohan.

"Nanti ya kita akan putuskan (pilot-nya di mana), tapi salah satunya ya tentu Sumatera, Kalimantan, tapi ada koperasi-koperasi yang juga secara keuangan mereka bisa membangun sendiri dengan keuangan dan mereka juga, kan koperasi ini punya anggota cukup besar dan anggotanya juga UMKM kan. Jadi, saya optimistis minyak makan merah ini karena sehat dan juga bisa lebih murah, ini bisa diterima oleh pasar," ungkap Teten.

Menurut Teten, pihaknya mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar pembangunan pabrik CPO dan RPO berbasis koperasi ini sudah dimulai pada Januari 2023. Teten menargetkan PPKS bisa menyelesaikan DED paling lambat pada Agustus 2022 mendatang. Apabila telah selesai, maka bisa langsung masuk ke tahap produksi dengan melibatkan BUMN maupun swasta.

Lebih lanjut, Teten menjelaskan bahwa satu pabrik CPO dan RPO mini membutuhkan investasi sebesar Rp 23 miliar dengan return of investment (ROI) 4,3 tahun. Menurutnya, investasi tersebut untuk produksi sebanyak 10 ton minyak makan merah per hari.

Untuk investasinya bisa diintegrasikan dengan working capital dan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dengan bunga 5 %. Sementara mesinnya bisa diintegrasikan dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), serta untuk pengembangan sawit pada on-farm bisa dengan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Himbara.

"Jadi dalam model kami, si koperasi membeli tunai sawitnya, TBS-nya dari petani sehingga si petani itu tidak lagi dipusingkan harus menjual sawitnya ke mana. Lalu koperasi mengolahnya menjadi CPO dan menjadi RPO dan kemudian mereka pasarkan. Kalau ini terintegrasi dengan program (pengurangan) stunting, juga misalnya PTPN menjadi offtaker ya, selain juga petani bisa menjual sendiri," lanjutnya.

Untuk mencapai target produksi 10 ton per hari, Teten menjelaskan bahwa sawit yang dibutuhkan sekitar 50 ton per hari atau 1.000 hektare. Untuk itu, pemerintah menargetkan agar setiap 1.000 hektare lahan sawit ada satu pabrik CPO dan RPO mini ini.

"Sekarang sudah ada sebenarnya beberapa koperasi petani sawit yang luasan lahannya di atas 1.000 hektar. Ini sudah siap, baik yang di Sumatra Utara, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan. Tapi Pak Presiden sekali lagi minta piloting dulu. Ini juga kami nanti akan kerja samakan juga dengan PTPN," jelasnya.

Di akhir keterangannya, Teten menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan upaya yang dilakukan pemerintah sebagai solusi atas dua hal, yakni stabilitas harga TBS petani dan suplai minyak goreng. Teten berharap dengan adanya pabrik CPO dan RPO berbasis koperasi, kesejahteraan petani sawit bisa membaik.

Nilai ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia mencapai US$2,74 miliar pada Juni 2022. Nilai tersebut melonjak 862,66% dibanding bulan sebelumnya.

Lonjakan pesat ini terjadi karena sebelumnya perdagangan CPO Indonesia berada di level sangat rendah, akibat kebijakan pelarangan ekspor selama periode 28 April-22 Mei 2022.

Reporter: Antara