55% Kebun Sawit Belum Bersertifikat ISPO, Jadi Syarat Wajib Mulai 2025

Katadata
Webinar Sustainability Action For The Future Economy (SAFE) 2022 atau Katadata SAFE 2022 dengan tema "Recover Stronger Recover Sustainable", Rabu (24/8).
24/8/2022, 17.40 WIB

Rendahnya sosialisasi tersebut terlihat dari penyaluran dana bantuan sarana dan prasarana BPDPKS pada 2021. Sebagai informasi, BPDPKS dapat menyediakan pembiayaan kepada pekebun kelapa sawit yang dikategorikan dalam delapan kelompok, salah satunya pembiayaan sertifikasi ISPO.

BPDPKS tercatat telah mengeluarkan dana bantuan sarana dan prasarana senilai Rp 30,7 miliar kepada 10 lembaga pekebun di 5 provinsi. Namun demikian, tidak ada penyaluran pendanaan untuk keperluan sertifikasi ISPO pada tahun lalu.

Deputy Director RSPO, Windrawan Inantha, mengatakan bahwa perkembangan terkait keberlanjutan di perkebunan kelapa sawit cukup menggembirakan karena ada Instruksi Presiden No 6-2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024. Selain Inpres, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No. 38-2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Indrawan mengatakan,  kedua peraturan tersebut mendorong pekebun untuk menerapkan praktik berkelanjutan dalam perkebunan kelapa sawit. Selain itu, pemerintah telah mewajibkan kepemilikan sertifikat ISPO melalui Permentan No. 28-2022.

"Akan ada pembaruan dalam proses sertifikasi ISPO pada akhir tahun ini. Namun, masih perlu ada beberapa diskusi lebih lanjut sebelum proses sertifikasi tersebut dijadikan aturan pada akhir 2022," ujarnya.

Indrawan mendata total sertifikat RSPO yang telah diterbitkan secara global mencapai 5.312 unit yang tergabung dalam 7 kategori. Seluruh sertifikat RSPO tersebut merepresentasikan 6,4 juta hektar lahan kebun kelapa sawit di seluruh dunia.

Dengan kata lain, total lahan kebun kelapa sawit yang dinilai telah berkelanjutan baru mencapai 19% dari total lahan kebun kelapa sawit global. Kapasitas produksi CPO dari luas lahan tersebut mencapai 14,8 juta ton dari hasil produksi 6.148 fasilitas produksi.

 Indrawan mencatat sekitar 74,32% dari total produksi kebun bersertifikat RSPO berasal dari Indonesia. Adapun, sebanyak 4 juta ton dari CPO tersebut dijual ke negara-negara di Benua Eropa.

Namun demikian, mayoritas CPO tersebut atau sekitar 7 juta ton dijual kepada perusahaan pengolah CPO yang tidak menerapkan prinsip ketelusuran. Indrawan menilai hal tersebut disebabkan oleh masih minimnya kesadaran konsumen di dalam negeri akan produk olahan CPO yang menggunakan bahan baku berkelanjutan.

"Collective action antara pelaku industri, asosiasi, RSPO, lembaga swadaya masyarakat, bahkan konsumen harus bekerja bersama untuk membuat kesadaran bahan baku berkelanjutan," kata Indrawan.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief