Mentan Targetkan Subtitusi 20% Impor Gandum dengan Sorgum dan Singkong

pixabay.com/Bishnu Sarangi
Ilustrasi Sorgum
31/8/2022, 20.04 WIB

Kementerian Pertanian atau Kementan telah menyiapkan dua strategi untuk menghadapi ancaman krisis pangan pada 2023, yakni pengendalian inflasi pangan dan substitusi impor. Beberapa komoditas yang akan menjadi perhatian pemerintah adalah bawang merah, cabai, dan gandum.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan tantangan pertanian pada masa depan tidak akan ringan. Menurutnya, krisi pangan dunia telah berkontribusi dalam meningkatkan harga komoditas pangan di dalam negeri.

"Pada 2023, menurut presiden, adalah waktu yang dark significant. Oleh karena itu, pertanian kita tidak boleh abai," kata Syahrul dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Rabu (31/8).

Syahrul mengatakan strategi pertama yang akan diterapkan dalam menghadapi ancaman krisis pangan adalah pengendalian inflasi pangan. Hal tersebut dilakukan dengan meningkatkan kapasitas produksi komoditas pengendali inflasi, yakni bawang merah dan cabai.

 Badan Pusat Statistik atau BPS mendata cabai menjadi penyumbang inflasi tertinggi per Juni 2022 atau sebesar 0,34%, sedangkan bawang merah sekitar 0,08%. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau memberikan sumbangan sebesar 0,47% pada inflasi Juni 2022 yang mencapai 0,61%.

Syahrul menyampaikan strategi kedua yang akan diterapkan pada 2023 adalah substitusi pangan impor dengan pangan domestik. Beberapa pangan impor dengan jumlah besar yang akan menjadi sasaran strategi tersebut adalah gandum dan kedelai.

Sebagai informasi, gandum merupakan bahan baku pembuatan tepung terigu. Sementara itu, tepung terigu merupakan bahan baku dalam beberapa produk makanan, seperti mi instan, roti, dan biskuit.

Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono mengatakan Kementan akan mendorong sebanyak 20% dari jumlah gandum yang diimpor digantikan dengan komoditas lain, yakni singkong, sorgum, dan sagu.

Kasdi mengatakan Kementan juga akan mulai mengimpor benih kedelai hasil rekayasa genetik atau GMO mulai 2023. Langkah tersebut akan dilakukan sembari petani domestik berusaha memproduksi benih kedelai di dalam negeri.

"Kenapa impor benih GMO dilarang? Wong kita impor kedelai GMO dan kita makan sehari-hari, dan kita gak mutasi," kata Kasdi.

 Situasi konflik antara Ukraina dan Rusia membuat produksi dan distribusi gandum negara keranjang roti Eropa ini terganggu. Ukraina pun sempat menutup keran ekspor gandumnya.

Akibat kejadian ini, Indonesia kini mengandalkan impor gandum dari Australia dan Argentina. Indonesia mengimpor gandum dari Australia sebanyak 2,06 juta ton pada Januari-Juli 2022.

Sementara, impor gandum dari Argentina mencapai 1,47 juta ton. Kedua negara ini mencakup 64,1% dari total impor gandum Indonesia pada periode tersebut.



Reporter: Andi M. Arief