Negara G20 mewaspadai ancaman krisis pangan yang akan terjadi tahun depan. Masalah tersebut menjadi pembahasan utama dalam Joint Finance and Agriculture Ministers’ Meeting (JFAMM) G20 di Washington DC, Amerika Serikat.
Pertemuan yang juga dihadiri oleh negara undangan dan internasional organisasi bidang keuangan dan pertanian ini, diselenggarakan untuk merespon ancaman kerawanan pangan dan gizi global.
"Dalam pertemuan, semua negara menecemaskan adanya krisis pangan yang harus direspons secara serius untuk pertemuan yang akan datang," kata Menteri Pertanian Republik Indonesia, Syahrul Yasin Limpo, dalam konferensi pers yang juga diselenggarakan secara virtual Rabu dini hari (12/10).
Dia mengatakan, ada empat penyebab dari ancaman krisis pangan dunia yang diprediksi akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Ancaman tersebut yaitu kenaikan harga pupuk yang menyebabkan meningkatnya biaya produksi pertanian. Kenaikan biaya produksi tersebut menyebabkan harga pangan menjadi naik.
Penyebab kedua yaitu kebijakan beberapa negara yang melakukan proteksi terhadap produksi komoditas pangannya. Menurut Syahrul, hal itu mengganggi keseimbangan dan sistem pangan gobal.
"Pada tingkat internasional, ini menyebabkan risiko terhadap akses pangan global, serta memperparah kerawanan pangan di negara berkembang dna terbelakang," ujarnya.
Sejak awal 2022 ada banyak negara yang menerapkan restriksi ekspor bahan pangan, baik melalui kebijakan pembatasan maupun pelarangan total. Indonesia pun sempat melarang ekspor minyak kelapa sawit dan produk turunannya selama periode 28 April-22 Mei 2022.
Sementara penyebab ketiga adalah perubahan iklim yang berdampak pada produktivita tanaman pangan. Penyebab selanjutnya adalah ancaman penyakit menular yang menyebabkan distribusi pangan antar negara menjadi terbatas.
Solusi G20
Syahrul mengatakan, para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 telah berkomitmen untuk menghadirkan solusi bersama dalam bentuk skema pendanaan global untuk penanganan tiga isu prioritas sektor pertanian dan pangan. Hal itu dilakukan untuk mempercepat pemulihan dan membangun sektor pertanian dunia yang lebih kuat dan tangguh.
Ketiga isu tersebut adalah:
1. Mempromosikan Sistem Pertanian dan Pangan yang Tangguh dan Berkelanjutan.
2. Mempromosikan perdagangan pertanian yang terbuka, adil, dapat diprediksi, transparan, dan non-diskriminatif untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi semua.
3. Mempromosikan kewirausahaan pertanian inovatif melalui pertanian digital untuk meningkatkan penghidupan petani di pedesaan.
Menurut Syahrul, ketiga isu prioritas tersebut saling berkaitan dan dibutuhkan sentuhan teknologi serta inovasi dalam mewujudkannya. “Dalam konteks implementasinya, kita yakini bahwa teknologi dan inovasi menjadi kunci utama dalam upaya pengembangan sistem pertanian dan pangan yang berkelanjutan” ujarnya.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.