Kemendag Atur Impor Bahan Obat Sirop yang Sebabkan Gagal Ginjal Akut

ANTARA FOTO/Anis Efizudin/hp.
Pekerja menata sirop di etalase di salah satu apotek di kota Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (25/10/2022).
4/11/2022, 15.53 WIB

Kementerian Perdagangan atau Kemendag akan segera memasukkan  bahan baku obat yang menyebabkan kasus gagal ginjal akut anak-anak dan orang ke dalam larangan terbatas atau (lartas) dan diatur importasinya. Dengan demikian, impor bahan baku tersebut akan diawasi secara ketat oleh Kemendag.

Bahan baku tersebut adalah propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG). Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi, mengatakan bahwa Kemendag telah melakukan rapat koordinasi dengan Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan; Kemenko Bidang Perekonomian, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM, Kementerian Perindustrian, dan Lembaga National Single Window atau LNSW.

“Untuk mencegah terulangnya kejadian gagal ginjal di masa depan dan untuk melindungi masyarakat, pemerintah saat ini tengah membahas usulan lartas atas importasi bahan baku obat berupa PG dan PEG," kata  Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi di Jakarta Jumat (4/11).

Menurut dia, hingga saat ini importasi bahan kimia PG dengan HS Code 29053200 dan Polietilena Glikol dengan HS Code 34042000 yang digunakan sebagai bahan baku obat tidak termasuk dalam kategori lartas. Karena itu, komoditas tersebut tidak termasuk dalam importasi yang diatur oleh Kementerian Perdagangan.

Bahan baku obat tersebut ditengarai mengandung cemaran Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) yang menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak-anak.

Selain bahan tersebut, terdapat juga bahan kimia Sorbitol (HS Code 29054400), Gliserin/Gliserol (HS Code 29054500), Etilen Glikol (EG) (HS Code 29053100), Etilen Glikol (EG) (HS Code 29053100), Dietilen Glikol (DEG) (HS Code 29094100) juga tidak termasuk komoditas yang diatur importasinya oleh Kementerian Perdagangan.

Berikut ini pengaturan impor bahan kimia berdasarkan peraturan yang ada saat ini, yang bersumber dari portal Indonesia National Single Window (INSW), yaitu: 

1. Importasi untuk bahan kimia Sorbitol (HS Code 29054400) diatur dalam Peraturan Kepala BPOM No. 29 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia dengan lartas Surat Keterangan Impor (SKI) yang diterbitkan oleh BPOM; 

2. Importasi Gliserin/Gliserol (HS Code 29054500) diatur dalam Peraturan Kepala BPOM No. 29 Tahun 2017 dengan izin impor (lartas) berupa Surat Keterangan Impor (SKI) yang diterbitkan oleh BPOM dan untuk jenis Gliserol (CAS number 56-81-5) diatur dalam PP No. 74/2001 tentang tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun dengan izin impor (lartas) berupa Registrasi Bahan Berbahaya dan beracun (B3) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK); 

3. Importasi Etilen Glikol (EG) (HS Code 29053100) untuk jenis Etilen Glikol (CAS number 107-21-1) diatur dalam PP No. 74/2001 dengan izin impor (lartas) berupa Registrasi Bahan Berbahaya dan beracun (B3) yang diterbitkan oleh KLHK;

4. Importasi Dietilen Glikol (DEG) (HS Code 29094100) untuk jenis Dietilen Glikol (CAS number 111-46- 6) diatur dalam PP No. 74/2001 dengan izin impor (lartas) berupa Registrasi Bahan Berbahaya dan beracun (B3) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Ancaman pidana

Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Angrijono menegaskan bahwa Kemendag senantiasa berkoordinasi dengan BPOM agar konsumen dapat terlindungi dari obat dan produk farmasi lainnya yang tidak sesuai ketentuan.

“Untuk mencegah semakin banyaknya kasus gagal ginjal akut yang tengah terjadi saat ini, Kemendag berkomitmen terus mendorong upaya perlindungan konsumen atas produk obat dan farmasi yang tidak sesuai ketentuan. Hingga saat ini Kementerian Perdagangan terus melakukan pengawasan di lapangan,” kata Veri.

Veri mengatakan, pemerintah meminta para pelaku usaha baik produsen maupun asosiasi perusahaan farmasi untuk mengikuti ketentuan dari pemerintah terkait produksi dan penjualan obat sesuai standar yang telah ditetapkan.  Pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

 “Produsen obat dan farmasi wajib menyediakan serta mengaktifkan hotline layanan konsumen. Kami berharap peran aktif produsen dalam memitigasi, mengidentifikasi, dan mengecek produk secara berkala serta melakukan penarikan produk dari peredaran apabila produk terindikasi adanya cemaran atau kontaminasi yang dapat membahayakan kesehatan,” kata  Veri. 

Berdasarkan data The Observatory of Economic Complexity (OEC), pada tahun 2020 Indonesia mengimpor bahan kimia jenis etilen glikol (ethylene glycol) senilai US$147 juta.

Negara pemasok etilen glikol terbesar untuk Indonesia pada 2020 adalah Arab Saudi, Singapura, Malaysia, India, dan Uni Emirat Arab dengan rincian nilai pasokan seperti terlihat pada grafik.