Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meminta masyarakat dan pelaku usaha mewaspadai penurunan impor bahan baku dan barang modal yang terjadi sepanjang Oktober 2022. Menurut Zulkifli, Badan Pusat Statistik mencatat impor bahan baku dan barang modal melandai dalam dua bulan terakhir masing-masing 3,99% dan 7,22%.
“Hal ini perlu diwaspadai, mengingat impor bahan baku/penolong dan barang modal mempengaruhi aktivitas industri, gerak ekonomi, dan investasi di masa depan,” ujar Zulkifli dalam keterangan resmi Jumat (18/11).
Menurut Zulkifli, penurunan impor bahan baku dan barang modal di Oktober ini juga tercermin dari penurunan Standard and Poor’s (S&P) Global Purchasing Managers’ Index (PMI). Pada Oktober 2022 indeks PMI berada di level 51,8 atau turun dari September 2022 di level 53,7.
Beberapa bahan baku atau bahan penolong yang impornya turun adalah bahan bakar mineral, logam mulia dan perhiasan, gula dan kembang gula, serta ampas atau sisa industri makanan. Sedangkan beberapa komoditas barang modal yang berkontraksi terdalam adalah laptop, alat berat, barang-barang lain pada kelompok mesin dan peralatan mekanis (HS 84), serta mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85).
BPS mencatat, impor sepanjang Oktober 2022 memang melemah dibanding September 202. Total impor Indonesia bulan Oktober 2022 mencapai US$ 19,14 miliar. Nilai ini relatif melemah 3,40% dibanding Agustus 2022 (MoM), namun meningkat 17,44% bila dibandingkan Oktober 2021 (YoY).
“Penurunan kinerja impor pada Oktober 2022 dipicu menurunnya impor nonmigas sebesar 3,73 persen (MoM) dan menurunnya impor migas sebesar 1,81 persen (MoM),” ujar Zulkifli.
Di sisi lain, impor barang konsumsi justru meningkat 10,13% (MoM) pada Oktober 2022. Kenaikan impor barang konsumsi ini menandai pulihnya ekonomi dalam negeri dan membaiknya permintaan domestik sebagaimana tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2022 sebesar 120,3 yang lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 117,2.
Barang konsumsi yang impornya meningkat signifikan antara lain vaksin, bawang putih, bahan bakar kendaraan bermesin diesel, minyak medium dan olahannya. Ada juga peningkatan impor untuk tali pengaman bukan untuk keperluan industri, serta buah-buahan seperti anggur, kelengkeng, dan apel.
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Indonesia didominasi komoditas dari RRT, Jepang, dan Korea Selatan. Adapun total pangsa 48,03% dari total impor non migas Oktober 2022. Negara impor dengan penurunan impor nonmigas terdalam pada Oktober 2022 adalah Argentina yang turun 37,02%, Arab Saudi (turun 33,78%), Hongkong (turun 25,75%), India (turun 21,02%), dan Singapura (turun 17,01% MoM).
Zulkifli menyampaikan, secara kumulatif, total impor periode Januari–Oktober 2022 mencapai USD 198,62 miliar atau naik 27,72% dari Januari–Oktober 2021 year on year (YoY). Pertumbuhan impor tersebut dipicu lonjakan impor migas sebesar 79,92% dan kenaikan impor nonmigas sebesar 20,40% YoY.
Sementara itu, terkait ekspor Zulkifli mengatakan nilai total ekspor Indonesia pada Oktober 2022 mencapai US$ 24,81 miliar. Nilai tersebut meningkat 0,13% dibanding September 2022 (MoM) dan tumbuh 12,30% dibanding Oktober 2021 (YoY). Ekspor Oktober 222 didorong peningkatan ekspor migas sebesar 4,93% MoM, sementara ekspor nonmigas turun 0,14% MoM.
Zulkifli menegaskan, ekspor Indonesia pada Oktober 2022 masih meningkat bahkan saat kinerja ekspor beberapa negara mitra turun. Beberapa produk utama ekspor nonmigas Indonesia dengan kenaikan tertinggi pada Oktober 2022 dibanding September 2022 (MoM) adalah bahan kimia anorganik (HS 28) yang naik 35,72%, lemak dan minyak nabati (HS 15) naik 14,38%, besi dan baja (HS 72) naik 7,79%, bahan bakar mineral (HS 27) naik 5,59%, serta ikan dan udang (HS 03) naik 4,93%.
Peningkatan ekspor produk-produk tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan permintaan di pasar tujuan ekspor Indonesia. Di sisi lain, beberapa produk utama ekspor nonmigas yang berkontraksi pada Oktober 2022 dibanding September 2022 (MoM) antara lain bijih, terak, dan abu logam (HS 26) yang turun 38,57%; pulp dari kayu (HS 47) turun 20,58%; serat stapel buatan (HS 55) turun 14,64%; kayu dan barang dari kayu (HS 44) turun 14,53%; serta timah dan barang daripadanya (HS 80) turun 10,39%.