Delapan Koperasi Bermasalah Jadi Pasien KemenKopUKM, Kerugian Rp 26 T

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.
Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/9/2022). Rapat kerja tersebut membahas RKA K/L tahun 2023 dan pembahasan terhadap koperasi yang bermasalah.
26/12/2022, 15.32 WIB

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah atau UKM tengah menangani delapan koperasi bermasalah, termasuk Intidana dan Indosurya. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan total dana kerugian dari koperasi bermasalah tersebut mencapai hingga Rp 26 triliun.

“Harus diakui kami kesulitan untuk menyelesaikan, memitigasi koperasi yang bermasalah itu. Karena tidak ada mekanisme penyelesaian koperasi bermasalah, seperti halnya mekanisme penyelesaian masalah sektor keuangan lainnya seperti perbankan,” ujar Teten dalam acara Konferensi Pers Kinerja dan Outlook 2023, di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Senin (26/12).

Teten menuturkan bahwa dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1992, Kementerian Koperasi dan UKM tidak mempunyai kewenangan pengawasan. Pasalnya, pengawasan koperasi tersebut hanya boleh dilakukan oleh pengurus koperasi itu sendiri,

“Jadi koperasi itu meregulasi sendiri, dan mengawasi sendiri,” ujar Teten.

Namun demikian, dia mengatakan, saat koperasi tersebut sudah membesar, hubungan anggota dengan koperasi tidak sesolid yang dibayangkan, serta tidak seideal yang diasumsikan. Jika begitu, maka sistem pengawasan mandiri itu tidak bisa dilakukan oleh koperasi itu sendiri.

Oleh sebab itu, dia mengatakam, tidak asa solusi jangka pendek untuk menyelesaikan koperasi yang bermasalah. Ia  sudah mencoba untuk membujuk koperasi-koperasi lain yang sehat untuk ikut menyelesaikan koperasi yang bermasalah. Namun sayang ya, tidak ada koperasi yang berminat.

Selain itu, Kementerian Koperasi dan UKM juga telah mencari investor baru untuk mendanai koperasi. Namun saat ini, belum ada koperasi yang dapat menyanggupi.

“Ini yang kita tawarkan adalah solusi jangka menengah dan panjang yaitu dengan mendorong perbaikan dan penguatan regulasi Perkoperasian. Jadi kami terus melakukan inovasi kelembagaan dan pengembangan ekosistem dalam usaha koperasi melalui regulasi RUU perkoperasian,” ujarnya.

Teten melaporkan untuk progres per hari ini, pihaknya sudah membentuk kelompok untuk membahas kelompok kerja atau pokja, baik legal draftingnya maupun naskah akademiknya. Selain itu, ia mengatakan bahwa pihaknya juga tengah melakukan konsultasi publik dengan para stakeholder yang relevan, dan sudah dilakukan koordinasi dengan parlemen. Sehingga, ia berharap di tahun 2023 revisi UU Koperasi bisa dituntaskan.

Selain itu, Teten menyebutkan, adapun Satgas Penanganan Koperasi bermasalah sudah melakukan koordinasi lintas Kementerian dan lembaga, serta Mahkamah Agung atau MA pun telah mendengar dan mengakomodasi masukan dari Satgas melalui Surat Edaran atau SE MA Nomor 1 Tahun 2022. 

Kemudian, dalam SE tersebut, terlampir bahwa permohonan pernyataan pailit dan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU terhadap koperasi hanya bisa dilakukan oleh Menteri yang membidangi pemerintahan di bidang koperasi. 

“Jadi nanti kalau ada koperasi, atau pengurus koperasi yang nakal yang mau merampok uang anggota mereka tidak bisa lagi sewenang-wenang. Misalnya mengajukan PKPU hanya beberapa orang anggota atau pailit hanya dengan beberapa anggota dan mengorbankan anggota yang mayoritas,” tegas Teten.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah koperasi di Indonesia mencapai 127.846 unit pada 2021. Jumlah ini naik 0,56% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Berdasarkan wilayahnya, koperasi terbanyak berada di Jawa Timur. Jumlahnya mencapai 22.845 unit atau sekitar 17,86% dari total koperasi nasional pada tahun lalu.

Reporter: Nadya Zahira