Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki menyatakan bahwa ekspor produk kelapa sawit Indonesia ke Uni Eropa terus turun setiap tahunnya. Ekspor sawit tersebut akan terus turun akibat kebijakan Uni Eropa yang melarang impor CPO hasil deforestasi hutan.
Direktur Ekskutif Gapki, Fadhil Hasan, mengatakan bahwa ekspor ke Uni Eropa sebelumnya sudah turun setelah adanya RED II dan tudingan subsidi. Dengan adanya aturan deforestasi, ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa aka semakin turun.
"Sekarang saja ekspor ke Uni Eropa 4 juta kilo liter dari biasanya 5 juta kilo liter," ujarnya kepada Katadata.co.id, Sabtu (14/1).
Fadhil mengatakan, penurunan tersebut bukan hanya bahan bakar nabati atau biofuel, melainkan juga pangan dan industri.
Dia mengatakan, penerapan B35 memang akan membantu meyerap produksi sawit. Bahan bakar B35 akan berada di SPBU mulai 1 Februari 2023.
Namun demikian. penyerapan domestik tidak akan bisa mengimbangi volume dan nilai ekspor. Dengan demikian, industri sawit Indonesia perlu melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor.
Pengusaha Dukung Indonesia Ikuti Langkah Malaysia
Fadhi juga menanggapi ajakan Malaysia untuk setop ekspor sawit ke Uni Eropa. Menurut Fadhil, ancaman itu juga perlu disuarakan oleh Indonesia.
"Lebih jauh dari itu, perlu langkah-lagkah yang terkoordinasi dan menyeluruh, ancaman dan engagement dengan Uni eropa sendiri agar aturan pelaksanaannya bisa lebih akomodatif," ujarnya.
Sementara itu berdasarkan data Gapki, ekspor produk sawit Indonesia Oktober 2022 naik menjadi 3,6 juta ton. Volume tersebut naik dibandingkan sebelumnya sebesar 3.183 ton.
Ekspor terbesar pada Cina sebesar 1.1 juta ton dan Pakistan 376 ribu ton. Sementara ekspor untuk tujuan Bangladesh, Italia, dan Spanyol turun.