Petani mengeluhkan syarat Peremajaan Sawit Rakyat atau PSR yang rumit. Hal itu menyebabkan banyak petani yang enggan untuk mengikuti program tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia atau Apkasindo, Gulat Manurung, mengatakan bahwa saat ini banyak petani kelapa sawit yang tidak bisa replanting karena syarat program PSR yang rumit.
Terdapat 38 syarat yang harus dipenuhi, namun yang tersulit adalah kelengkapan koordinat peta. Syarat ini terkait aturan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yakni kelengkapan kordinat peta.
"Jadi kami petani harus disuruh melengkapi koordinat peta lah, padahal kami semua sudah bersertifikat. Ini gila kalau untuk level petani, ini tidak mungkin," ujar Gulat.
Maka dari itu, dia meminta kepada Kementerian Pertanian, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhutanan atau KLHK untuk bisa bahu membahu petani kelapa sawit dalam melakukan pemahaman persyaratan untuk PSR sehingga hal ini tidak menjadi permasalahan yang lama.
”Karena banyak kebutuhan petani kelapa sawit, jadi petani jangan mengabaikan petani. Petani sawit butuh perhatian,” ujarnya.
Target 2,8 Juta Hektare
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin limpo mengatakan Kementerian Pertanian mendorong akselerasi PSR seluas 2,8 juta hektar dengan menjaga resiliensi perkebunan Indonesia.
"Kita harus pastikan program PSR ini dapat berjalan dengan baik dan saya percaya forum PSR inI akan menghasilkan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi rakyat Indonesia" ucap Syahrul.
Syahrul mengatakan kontribusi kelapa sawit ditopang luas areal tutupan kelapa sawit nasional yang telah mencapai 16,38 juta hektar. Sekitar 6,9 juta hektar di antaranya merupakan milik perkebunan sawit rakyat.
Namun, kondisi kebun sawit rakyat terus menghadapi tantangan besar terkait produktivitas yang rendah serta penggunaan agroinput yang belum maksimal menjadi tantangan utama pekebun sawit Indonesia.
Selain itu, produktivitas sawit nasional baru mencapai 3–4 ton per hektar setara CPO. Hal tersebut tentu dapat mengancam masa depan sawit rakyat Indonesia jika tidak dilakukan suatu langkah komprehensif.
“Pemerintah melakukan upaya perbaikan dari sektor hulu perkebunan kelapa sawit rakyat dengan cara penggantian tanaman tua atau tidak produktif melalui program peremajaan sawit rakyat,” ucapnya.
Program PSR sendiri telah dimulai sejak tahun 2017 dengan sasaran kebun-kebun sawit rakyat dengan tanaman tua (lebih dari 25 tahun), produktivitas rendah, dan sudah waktunya diremajakan. Setiap tahun program PSR ditargetkan seluas 180.000 hektar yang tersebar di 21 provinsi sentra kelapa sawit.
Produksi CPO Turun
Berdasarkan data Gapki, produksi minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) 2022 sebesar 46,729 juta ton. Angka tersebut lebih rendah dari produksi tahun 2021 sebesar 46.888 juta ton.
"Ini merupakan tahun ke-4 berturut-turut dimana produksi cenderung terus turun atau stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia," kata dalam acara Konferensi Pers Kinerja Industri Sawit 2022, Jakarta, Rabu (25/1).
Joko mengatakan, industri sawit menghadapi banyak tantangan pada 2022. Tujuh tantangan industri sawit tersebut adalah cuaca yang ekstrim basah, lonjakan kasus Covid- 19 di bulan Februari, dan dimulainya perang Ukraina-Rusia di bulan Februari. Tak hanya itu, tantangan lainnya yakni harga minyak nabati termasuk minyak sawit melonjak, kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit oleh pemerintah pada 28 April - 23 Mei 2022, harga pupuk yang tinggi, dan sangat rendahnya pencapaian program Peremajaan Sawit Rakyat atau PSR.
Joko mengatakan kejadian tidak biasa tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja industri sawit Indonesia baik dalam produksi, konsumsi, maupun ekspor.