Pasar RI Diserbu Tekstil Cina dan Bangladesh, Industri Lokal Kontraksi

ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/hp.
Sejumlah pekerja memproduksi pakaian saat bulan Ramadhan di industri garmen PT. Batang Apparel Indonesia, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Senin (19/4/2021).
2/3/2023, 06.00 WIB

Negara eksportir tekstil seperti Cina dan Bangladesh mengalihkan tujuan penjualan mereka ke Indonesia akibat permintaan pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa sedang loyo. Kondisi itu membuat industri tekstil dan produk tekstil atau TPT di Indonesia semakin terpuruk.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengatakan industri pakaian jadi atau garmen di Indonesia sebagian besar memasok produknya untuk ekspor. Industri tersebut mengerjakan pesanan untuk jenama besar di Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Namun demikian, saat ini permintaan ekspor ke AS dan Eropa tersebut tengah sepi akibat inflasi yang tinggi. Akibatnya, tumpuan industri tekstil dan produk tekstil saat ini adalah pasal domestik atau dalam negeri.

"Tapi jangan salah, negara produsen eksportir TPT seperti Cina dan Bangladesh juga membidik market Indonesia, akibat terganggunya order mereka karena penurunan permintaan di Eropa dan AS," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (1/3).

Dengan demikian, industri lokal harus berkompetisi dengan produk impor dari Cina hingga Bangladesh. Menurut Jemmy, saat ini produk impor tersebut telah menguasai 30% pasar Indonesia.

Industri Pakai Jadi Alami Kontraksi

Indeks Kepercayaan Industri  atau IKI sektor tekstil, pakaian jadi dan alas kaki tercatat masih mengalami kontraksi. Padahal secara keseluruhan, IKI  Februari 2023 yang berada pada fase ekspansi dengan capaian sebesar 52,32.

Angka tersebut konsisten meningkat sejak November 2022. IKI Februari 2023 menunjukkan kenaikan nilain ekspansi yang cukup signifikan sebesar 0,78 poin dibandingkan Januari 2023.

Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki, Adie Rochmanto Pandiangan, industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki mengalami kontraksi akibat  stagnasi ekonomi dan inflasi di negara mitra utama ekspor. Untuk mengatasi hal itu, pihaknya berupaya melakukan perluasan pasar luar negeri dengan percepatan pelaksanaan perjanjian IEU-CEPA.

Selain itu,  Kementerian Perindustrian juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait masalah impor ilegal dan peningkatan pengawasan barang impor sampai ke pelabuhan terkecil, penyusunan lartas untuk produk TPT, serta mengusulkan penambahan pasal kewajiban pelaku usaha mencantumkan nomor registrasi barang K3L dan NPB atau SNI pada tampilan perdagangan elektroniknya untuk produk TPT dan Alas Kaki. Hal itu sesuai Peraturan Menteri Perdagangan 26/2021.

“Kemenperin juga berupaya melaksanakan kembali Program Restrukturisasi mesin/peralatan tahun 2023, dan pemberian intensif bahan  industri TPT," ujar Adie. 

Menurut laporan Badan Pusat Statistik, Indonesia mengimpor sebanyak 2,20 juta ton tekstil dan produk tekstil sepanjang 2021.  Jumlah ini meningkat 21,1% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 1,82 juta ton.

Baju impor di Tanah Air terbesar berasal dari Cina. Tercatat, total tekstil dan produk tekstil yang diimpor dari negara tersebut sebanyak 990,20 ribu ton.