Dia menyebutkan, konflik masuknya barang impor ilegal itu biasanya terjadi di daerah Sumatera, Batam, dan Kalimantan. Hal itu dinilai karena daerah tersebut banyak memiliki jalan tikus, dan dekat dengan negara impor seperti Singapura dan Malaysia.
"Dari situ, kemudian bisa dibawa ke pulau Jawa untuk dijual dan diperluaskan," tutur Zulhas.
Zulkifli berharap, konsumen lebih mengutamakan beli pakaian baru hasil industri dalam negeri dan usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM. Produk dalam negeri tidak kalah baiknya dengan produk impor baik dari sisi mutu maupun tren. Tingginya penggunaan produk dalam negeri juga bisa menekan peredaran pakaian bekas.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 Indonesia mengimpor pakaian bekas dan barang tekstil bekas (kode HS 63090000) sebanyak 26,22 ton. Nilai total impornya mencapai USD 272.146 atau sekitar Rp 4,18 miliar (kurs Rp 15.375 per USD).
Sepanjang 2022, nilai impor pakaian bekas terbesar berasal dari Australia, yakni USD 225.941 atau sekitar Rp3,5 miliar. Nilai impor terbesar berikutnya datang dari Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Tiongkok, Prancis, Thailand, Belanda, dan Inggris.