Pemerintah berencana menerapkan kebijakan cukai minuman berpemanis pada 2024. Menanggapi hal itu, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia atau Gapmmi berharap pemerintah bijak dalam menentukan komponen-komponen yang dikenakan cukai.
Terkait aturan cukai plastik yang termasuk dalam kebijakan tersebut, Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman menilai cukai seharusnya tidak dikenakan untuk semua jenis plastik.
“Kami sekarang komunikasi dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai, tetapi belum dengan DPR. Kami berharap pemerintah sangat bijak menentukan plastik mana saja yang akan dikenakan,” ujar Adhi saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (2/7).
Salah satu faktor pertimbangan pemerintah dalam menerapkan cukai minuman berpemanis ialah untuk mengendalikan konsumen minuman berpemanis yang dapat menurunkan jumlah kasus diabetes di Indonesia. Selain itu, dapat pula mengurangi jumlah sampah plastik.
Menurut Adhi, tujuan tersebut merupakan hal yang tidak tepat. Pasalnya, perubahan bergantung kepada budaya kebiasaan masyarakat itu sendiri.
“Sebetulnya kita yang harus mengubah budaya atau kebiasaan kita, karena mau diberikan cukai berapa pun kalau sudah biasa membuang sampah plastik sembarangan, atau mengonsumsi minuman manis, itu tidak akan berpengaruh,” kata dia.
Terkait diabetes, dia menilai banyak negara-negara lain yang sudah menerapkan cukai pada minuman berpemanis, tapi tetap saja jumlah masyarakat pengidap diabatesnya tinggi.
“Kebanyakan negara di Filipina atau Thailand juga sudah kenakan cukai berpemanis itu, tetapi jumlah masyarakat yang mengidap diabetesnya juga naik-naik saja,” ujarnya.
Cukai Minuman Berpemanis di Negara Lain
Di sejumlah negara, pajak atau cukai minuman berpemanis sudah lama berlaku. Kebijakan ini menggunakan nama formal yang berbeda-beda, seperti pajak minuman bergula, pajak soda, atau pajak minuman berpemanis.
Pajak atau Cukai minuman berpemanis awalnya diterapkan di negara-negara Skandinavia. Norwegia menerapkan pajak gula sejak 1922 dan Denmark sejak 1930. Finlandia menerapkan pajak untuk minuman ringan sejak 1940.
Berdasarkan data Global Food Research Program, sampai awal 2022 sudah ada sekitar 55 negara yang menerapkan cukai minuman berpemanis.
Di kawasan Asia Tenggara, cukai tersebut baru diberlakukan oleh Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Malaysia.
Setiap negara memiliki struktur tarif yang berbeda-beda. Namun, secara umum tarif cukai paling tinggi dipatok oleh Brunei, yakni Rp4.500/liter (asumsi kurs Rp15.000/US$).
Kemudian tarif cukai minuman berpemanis di Filipina berkisar Rp1.800 sampai Rp3.600/liter, Thailand Rp2.200/liter, dan Malaysia Rp1.500/liter.