Sandiaga Uno Tolak TikTok Dilarang, Menkop UKM: Membunuh Ekonomi Lama

Skill Akademi by Ruangguru
TikTok Shop
Penulis: Desy Setyowati
16/9/2023, 11.59 WIB

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Menparekraf Sandiaga Uno tak setuju jika TikTok Shop dilarang beroperasi di Indonesia. Sementara Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyoroti transformasi digital yang dinilai membunuh ‘ekonomi lama’.

Saat mengunjungi Hetero Space Solo, Jawa Tengah, Sandiaga Uno menyampaikan kementerian bekerja sama dengan TikTok untuk mempromosikan produk UMKM. Menurutnya, digital marketing atau pemasaran berbasis digital mampu meningkatkan penjualan produk pelaku usaha.

Terlebih lagi, jumlah pengguna TikTok di Indonesia mencapai 100 juta. Penggunaan internet di Tanah Air berkisar 8-9 jam per hari.

"Ini regulasinya sedang kami godok. Yang pasti mampu memberdayakan UMKM," kata Sandiaga Uno dikutip dari Antara, Jumat (15/9).

"Bagaimana media sosial bisa digunakan sebagai sarana promosi, tidak justru membunuh UMKM karena nilai penjualan yang semakin menurun," Sandiaga Uno menambahkan.

Menanggapi hal tersebut, Teten menilai para menteri tidak memiliki acuan terkait transformasi digital, karena belum ada strategi nasional terkait ini. “Padahal transformasi digital melibatkan banyak aspek,” katanya kepada Katadata.co.id, Sabtu (16/9).

Ia menjelaskan, transformasi digital di Indonesia hanya berkembang di sektor perdagangan yakni e-commerce. “Bukan di sektor produksi,” Teten menambahkan.

UMKM Indonesia tak didukung rantai pasok yang mumpuni dan berbasis teknologi. Padahal seingatnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah lama mengingatkan kementerian dan swasta untuk mengadopsi teknologi seperti kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) dan Internet of Things (IoT) guna menggenjot produksi.

“Tidak ada yang mewujudkan bagaimana teknologi digital diaplikasikan ke sistem produksi nasional, industri manufaktur, pertanian, agro maritim, kesehatan dan lainnya,” ujar Teten.

Alhasil, produksi nasional kalah dibandingkan produk impor yang lebih murah karena produksinya lebih efisien dan berkualitas.

“Akibatnya transformasi digital di Indonesia tidak melahirkan ekonomi baru, hanya membunuh ekonomi lama. Kue ekonomi tidak bertambah, tapi faktor pembaginya semakin banyak,” Teten menambahkan.

Ia mencontohkan pasar offline seperti Tanah Abang. Pedagang di pasar ini ikut berjualan online, tetapi tetap kalah dengan produk impor. “Hampir 80% penjual di platform online menjual produk impor, terutama dari Cina,” ujar dia.

Terlebih lagi, perekonomian Cina sedang melemah. Ia menduga produksi barang konsumsi yang kelebihan pasokan di Tiongkok, mulai dijual ke ASEAN.

“Indonesia pasarnya besar dan hampir separuh populasi masuk ke e-commerce,” kata Teten. Belum lagi, tarif bea masuk dinilai terlalu murah.

“Babak belur kita,” Teten menambahkan. “Jangankan UMKM, produk industri manufaktur pun tidak bisa bersaing, terutama produk garmen, kosmetik, sepatu olahraga, farmasi dan lainnya.”

Di satu sisi, menurutnya sudah terlambat untuk mengatur platform e-commerce dan social commerce. “Akibatnya Indonesia didikte platform digital global,” katanya.

Sementara untuk mengatasi permasalahan tersebut, menurutnya melibatkan banyak kebijakan, termasuk investasi, perdagangan, dan standardisasi produk.

Reporter: Yura Syahrul, Antara