Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mengatakan mayoritas atau sekitar 70% pendapatan industri logistik anjlok. Teten menduga hal tersebut didorong banyaknya impor tekstil ilegal ke dalam negeri melalui pasar daring atau online.
Teten mengatakan impor ilegal tersebut membuat praktek predatory pricing menjadi marak di pasar daring lokal. Predatory pricing adalah praktik bisnis ilegal yang menetapkan harga sangat rendah dalam upaya menghilangkan persaingan.
"Predatory pricing di e-commerce yang sekarang terjadi, menurut teman-teman industri logistik hampir enggak mungkin terjadi kalau arus barang masuk secara benar," kata Teten di AFPI UMKM Digital Summit 2023, Kamis (21/9).
Teten mengungkapkan salah satu bentuk predatory pricing yang terjadi saat ini adalah penjualan tekstil dengan harga di bawah Rp 50.000 per unit. Teten mengatakan praktek tersebut umumnya terjadi pada pasar daring besutan asing.
Teten mencatat sekitar 56% dari total pendapatan industri pasar daring dimiliki oleh penjual asing. Walau demikian, Teten menekankan pernyataan tersebut bukan bentuk penolakan investasi asing dalam ekonomi digital nasional.
"Jangan ditafsirkan begitu. Ada yang bilang Kemenkop menutup penjualan daring melalui TikTok, mana bisa?" ujarnya.
Akan tetapi, Teten meminta pemangku kepentingan untuk memeriksa arus barang yang terjadi dalam pasar daring asing tersebut. Teten mengingatkan bahwa impor ilegal dapat dijerat oleh hukum pidana.
Oleh sebab itu, Teten meminta Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi agar menindak tegas pasar daring yang terbukti melanggar. Teten berkomitmen untuk memeriksa semua dokumen impor pada produk asing yang diperdagangkan dalam semua pasar daring.
"Platformnya dapat dikenakan Undang-Undang tentang kepabeanan. Ada kewajiban dari platform kepada penjualnya supaya mereka memiliki izin usaha dan disertai dokumen importasi kalau menjual barang impor," kata Teten.
Teten meminta agar pemerintah menjaga produsen tekstil domestik tidak terdistrupsi oleh digitalisasi. Dia mengatakan telah dihubungi oleh produsen tekstil asal Bandung yang gulung tikar akibat praktek tersebut.
Teten mengakui praktek tersebut merupakan sisi hitam dari digitalisasi selain peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Oleh karena itu, setiap negara mengatur transformasi digital agar distrupsinya moderat," katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Logistic E-Commerce atau APLE Sonny Harsono memastikan barang-barang impor dengan harga murah di pasar daring bukan barang crossborder. Artinya, barang tersebut bukan barang impor yang langsung dijual pedagang asing ke konsumen lokal.
Sonny menilai produk tersebut diimpor dengan cara yang tidak resmi lantaran ada 13 produk yang telah dilarang pemerintah tapi ditemukan dalam pasar daring tersebut. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena lemahnya pengawasan dan tidak adanya sistem kontrol dari otoritas.
“Banyak barang masuk secara ilegal dari jalur laut dengan ongkos kirim cukup murah berkisar 500 dolar AS per 1 kontainer atau setara dengan 0,001 dolar AS per barang. Padahal jika menggunakan jalur resmi dikenakan ongkos kirim mencapai 6 – 8 dolar AS per kilogram,” katanya.