Ekspor Ditargetkan Tembus US$ 400 M pada 2029 untuk Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8%
Target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% diproyeksi baru akan terealisasi pada 2029 atau akhir pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kementerian Perdagangan memperkirakan, dibutuhkan ekspor mencapai US$ 405,69 miliar pada tahun tersebut, lebih tinggi 57% dibandingkan realisasi pada 2023 sebesar US$ 258,77 miliar
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Fajarini Puntodewi menyebut, pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya akan mencapai 5,79%. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6% pada 2027 dan menembus 7% pada 2028. Dengam demikian, rata-rata pertumbuhan ekonomi pada 2025-2028 mencapai 6,16% per tahun.
"Pertumbuhan ekonomi harus bisa mencapai 8%. Dengan demikian pertumbuhan ekspor dalam lima tahun ke depan harus naik 7,1% pada 2025 dan terus naik menjadi 9,64% pada 2029," kata Puntodewi di Jakarta Pusat, Selasa (19/11)
Puntodewi mencatat, pertumbuhan nilai ekspor pada Januari-Oktober 2024 naik 1,33% secara tahunan menjadi US$ 217,24 miliar. Ia menjelaskan,n nilai ekspor pada tahun depan harus mencapai US$ 294,45 miliar akan perekonomian nasional tumbuh 5,06%.
Punto menghitung pertumbuhan perekonomian sebesar 8% membutuhkan nilai ekspor nasional mencapai US$ 405,69 miliar. "Pertumbuhan nilai ekspor ni harus digenjot sekuat tenaga," katanya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal mengatakan proyeksi Puntodewi sejalan dengan diskusi rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Namun, Faisal menyampaikan ada skenario lain yang membuat pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 8% pada 2028.
Menurutnya, pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 8% akan ditentukan oleh program-program prioritas yang akan dijalankan pemerintah tahun depan. Faisal menekankan pemerintah butuh inovasi pada tahun depan agar target tersebut tercapai pada 2028 atau 2029.
"Sebab, kalau membaca arah berbagai kebijakan pemerintah pada 2025, pertumbuhan ekonomi sebesar 5% saja akan susah tercapai kalau tidak ada perubahan," kata Faisal.
Faisal mengatakan kunci pertumbuhan ekonomi nasional masih bertumpu pada konsumsi rumah tangga yang mencapai 56%. Oleh karena itu, perbaikan daya beli konsumen kelas menengah menjadi kunci pada tahun depan.
Ia menghitung kelas menengah mendominasi konsumsi rumah tangga hingga 84%. Dengan kata lain, kontribusi konsumsi oleh kelas menengah pada perekonomian nasional mencapai sekitar 47%.
"Terus terang, saya belum melihat langkah nyata bahwa harapan pertumbuhan 8% ada, karena kuncinya membalikkan pelemahan daya beli kelas menengah saat ini," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan, jumlah kelas menengah Indonesia saat ini menyusut menjadi 17,13% atau sekitar 46,25 juta penduduk. Padahal Airlangga menyebut kelas menengah adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi negara.
Jika melihat data Susenas Badan Pusat Statistik (BPS), porsi kelas menengah Indonesia mencapai puncaknya pada 2018 di 23%. Pada 2019 jumlah kelas menengah Indonesia mencapai 57,33 juta orang, setara 21,45% dari total penduduk.
Populasi kelas menengah konsisten susut setelah itu hingga saat ini. BPS mendefinisikan kelas menengah sebagai kelompok masyarakat dengan pengeluaran antara 3,5 sampai 17 kali lipat dari garis kemiskinan nasional.