Info Terbaru Corona: Sembuh dengan Darah hingga Penularan pada Kucing
Jumlah kasus positif virus corona atau Covid-19 telah menembus angka 1 juta. Para peneliti dari berbagai belahan dunia terus melakukan studi guna memahami lebih banyak mengenai virus ini.
Studi tersebut dari mulai yang terkait penyebaran seperti kemungkinan virus menyebar lewat udara dan transmisi antar-hewan hingga opsi-opsi penyembuhan. Berikut empat perkembangan terbaru seputar virus corona seperti dikutip dari situs World Economic Forum.
(Baca: Krisis Ventilator di Tengah Pandemi Corona, Seberapa Penting Alat Ini?)
1. Plasma darah dari penyintas Covid-19 bisa menyembuhkan pasien yang masih positif
Darah penyintas atau orang yang sembuh dari Covid-19 bisa menjadi penyelamat untuk pasien lainnya yang masih positif. Ini berdasarkan studi independen dari dua tim periset berbeda di Tiongkok. Kedua tim mengekstraksi plasma darah dari penyintas Covid-19.
Dalam studi pertama yang dilakukan National Engineering Technology Research Center for Combined Vaccines di Wuhan, plasma darah diberikan kepada 10 pasien Covid-19 yang sakit parah. Enam hari setelah menerima infusi tersebut, virus tak terdeteksi pada tujuh dari 10 pasien.
Sedangkan pada studi lainnya yang dilakukan Shenzhen Third People’s Hospital, plasma darah diberikan kepada lima pasien Covid-19. Setelah 10 hari, tiga di antaranya tidak lagi membutuhkan alat bantu pernapasan. Laporan studi ini telah diunggah di medRxiv, namun belum ditinjau oleh peneliti lainnya.
Teknik penyembuhan semacam ini sudah digunakan berabad-abad. Penelitian dilakukan untuk melihat efektivitas metode ini.
Adapun di New York dan Houston, Amerika Serikat, pasien Covid-19 mulai menerima plasma antibodi. Para ahli berharap pendekatan ini bisa berhasil agar penyembuhan lebih cepat sehingga ICU tidak selalu penuh. Keunggulan plasma darah lantaran ini tersedia, tak seperti obat atau vaksin yang bisa memakan waktu bulanan atau tahunan untuk dikembangkan.
(Baca: Para Lansia Berusia Seabad yang Sembuh dari Corona)
2. Gejala penting seseorang terjangkit Covid-19: Melemahnya indera perasa dan pembau
Data analisis terbaru dari aplikasi pelacak gejala Covid menunjukkan pelemahan indera pengecap dan pembau bisa jadi gejala penting dalam mengidentifikasi apakah seseorang memiliki Covid-19 atau tidak.
Aplikasi yang dikembangkan oleh tim dari King’s College London bekerja sama dengan Guy’s dan St Thomas’ NHS Foundation Trust, NIHR Biomedical Research Centre, dan start-up layanan kesehatan ZOE Global LTD, meminta pengguna untuk memasukkan gejala yang mereka rasakan setiap hari.
Di akhir Maret, sebanyak 1,8 juta pengguna di Inggris melaporkan gejala yang mereka alami setiap hari. Antara 24-29 Maret, sebanyak 26% dari 1,5 juta pengguna aplikasi melaporkan satu atau lebih gejala. Sebanyak 1.702 dari 26% ini telah dites Covid-19 dengan hasil 579 positif dan 1.123 negatif.
Sebanyak 59% dari pasien yang positif melaporkan kehilangan indera perasa dan pembau, sedangkan hanya 18% dari mereka yang dites negatif melaporkan gelaja yang sama.
Gejala ini belum masuk dalam 19 daftar gejala Covid-19 yang dibuat Organisasi Kesehatan Internasional (WHO), namun ketua periset Tim Spector mengatakan: “Jika dikombinasikan dengan gejala lainnya, orang yang kehilangan indera perasa dan pembau tiga kali lebih mungkin telah terjangkit Covid-19. Ini berdasarkan data, maka itu isolasi diri selama tujuh hari untuk menurunkan penyebaran penyakit tersebut.”
(Baca: Gejala Baru Kasus Positif Corona, Kehilangan Kemampuan Mencium Bau)
3. Virus corona bisa menginfeksi kucing, tapi pemilik kucing belum perlu khawatir
Studi dari Harbin Veterinary Research Institute di Tiongkok menunjukkan kucing bisa terinfeksi oleh virus corona dan menyebarkannya kepada kucing lain melalui droplets dari sistem pernapasan, tapi hewan lainnya termasuk anjing, ayam, babi, dan bebek, tidak menerima virus tersebut.
Hasil studi ini muncul setelah adanya laporan terbaru tentang kucing di Belgia yang terinfeksi dengan virus corona satu minggu setelah pemiliknya mulai menunjukkan gejala.
Dalam studi, lima ekor kucing dibuat terinfeksi corona. Sebanyak tiga di antaranya ditempatkan di kandang bersebelahan dengan kucing yang belum diberi virus. Satu kucing menjadi terinfeksi, dan periset yakin transmisi terjadi melalui droplets. Temuan berulang pada percobaan kedua.
Virologist dari Ohio University di Columbus Linda Saif yang tidak terlibat dalam studi mengatakan pemilik kucing tidak perlu khawatir untuk saat ini karena tidak ada bukti langsung bahwa kucing yang terinfeksi bisa menularkannya pada manusia dan studi tidak merefleksikan interaksi sebenarnya antara manusia dengan hewan peliharaannya.
Saat terjadi pandemi SARS di 2003, studi yang sama menunjukkan kucing bisa terinfeksi dan menularkannya kepada kucing lain tapi “tidak ada indikasi bahwa SARS-Cov menyebar di rumah kucing atau ditransmisikan kepada manusia,” kata Saif.
Namun, periset yang melakukan studi tersebut mengatakan dengan adanya temuan tersebut, pemilik hewan peliharaan disarankan tetap mengikuti petunjuk biasanya seperti mencuci tangan secara reguler.
(Baca: Seberapa Efektif Masker Kain dalam Cegah Penyebaran Virus Corona?)
4. Belum ada kesimpulan apakah virus corona bisa menyebar lewat udara
Para periset tengah berupaya mencari tahu cara virus corona menular antar-manusia. WHO menyatakan virus menular melalui droplets yang keluar saat batuk atau bersin, sama dengan cara penyebaran demam.
Meski begitu, beberapa periset berargumen bahwa ada bukti awal virus bisa menyebar dalam partikel yang lebih kecil dari droplets yang dinamakan aerosols. Diameter aerosols kurang dari 5 mikrometer, 12 kali lebih kecil dari rata-rata diameter rambut manusia.
Mereka menyarankan ventilasi ruangan yang lebih baik seiring aerosols bisa berada di udara untuk periode yang lama dan berpindah lebih jauh dari droplets.
Periset dari Massachusetts Institute of Technology Lydia Bourouiba menulis bahwa dia percaya partikel virus Covid-19 bisa berpindah hingga 27 kaki atau sekitar 8,2 meter. Ini berdasarkan studi terdahulu tentang bersin manusia.
Ini juga konsisten dengan studi sebelumnya dari Tiongkok yang menemukan bahwa partikel virus bisa ditemukan di sistem ventilasi di kamar pasien Covid-19 di rumah sakit. Meskipun, belum diketahui implikasi klinis dari temuan ini. Studi lainnya gagal menemukan bukti keberadaan Covid-19 pada sample udara yang diambil di ruang isolasi.
Para penilai belum bisa menyimpulkan apakah virus corona bisa menyebar lewat udara alias airborne atau tidak. Tapi banyak periset setuju bahwa untuk pengumpulan bukti untuk menyimpulkan hal itu bisa memakan waktu bertahun-tahun. Saat ini, meningkatkan ventilasi dan menggunakan masker – dengan prioritas untuk pekerja medis, orang yang memiliki gejala, dan populasi yang rentan – bisa jadi bermanfaat.
(Baca: Ikuti Anjuran WHO, Jokowi Wajibkan Penggunaan Masker di Luar Rumah)