Dana Moneter Internasional atau IMF memperkirakan tingkat utang pemerintah dan bank sentral secara global akan mencatatkan rekor tertinggi mencapai 100% terhadap produk domestik bruto. Rekor utang seiring dengan stimulus besar yang digelontorkan oleh pemerintah di hampir seluruh negara.
"Risiko tetap tinggi, termasuk dari meningkatnya kebangkrutan dan valuasi yang meningkat di pasar keuangan. Banyak negara menjadi lebih rentan. Tingkat utang mereka meningkat karena respons fiskal mereka terhadap krisis dan penurunan penerimaan," ujar Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam pidatonya di Washington, D.C. pada Selasa (6/10) waktu setempat dikutip dari CNBC.
Pemerintah di berbagai negara telah memberikan stimulus fiskal mencapai US$ 12 triliun kepada rumah tangga dan perusahaan. Bank sentral di berbagai belahan dunia juga mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Ini membantu jutaan perusahaan untuk tetap berbisnis," katanya.
Meski dihadapkan pada risiko utang, langkah-langkah stimulus tersebut membuat kondisi ekonomi secara global tak seburuk perkiraan awal. Pada Juni, IMF memperkirakan ekonomi global terkontraksi 4,9% pada tahun ini. Namun, manuru Georgieva, ekonomi global pada akhirnya berkinerja lebih baik daripada ekspektasi IMF pada kuartal kedua dan ketiga.
Hal ini diharapkan mengarah pada revisi kecil ke atas untuk perkiraan pertumbuhan yang akan disajikan IMF minggu depan. "Gambaran hari ini tidak terlalu mengerikan. Perkembangan pada kuartal kedua dan ketiga agak lebih baik dari yang diharapkan," kata nya.
Walau demikian, IMF memperkirakan ekonomi global sulit kembali ke tingkat sebelum krisis dalam jangka menengah. Kinerja ekonomi akan bergantung pada bagaimana pandemi berkembang.
"Jalan di depan penuh dengan ketidakpastian yang luar biasa. Kemajuan yang lebih cepat pada tindakan kesehatan, seperti vaksin dan pengobatan, dapat mempercepat 'pendakian'. Tapi bisa juga bertambah parah, apalagi jika terjadi peningkatan wabah parah yang signifikan," katanya.
Berdasarkan data dari Universitas Johns Hopkin, lebih dari 35 juta orang telah tertular Covid-19 dengan kematian telah menembus 1 juta orang.
Bank Dunia juga sebelumnya memperingatkan pandemi Covid-19 dapat memicu krisis utang di beberapa negara. Para investor harus siap memberikan beberapa bentuk keringanan yang antara lain dapat mencakup pembatalan utang.
"Terbukti bahwa beberapa negara tidak dapat membayar kembali utang yang mereka tanggung. Karena itu, kita harus mengurangi tingkat utang melalui keringanan atau
Malpass menekankan pentingnya jumlah utang dikurangi dengan restrukturisasi. Dia menunjuk langkah serupa dalam krisis keuangan sebelumnya seperti di Amerika Latin dan apa yang disebut inisiatif HIPC untuk negara-negara yang berutang besar pada 1990-an.pembatalan utang," ujar Presiden Bank Dunia David Malpass dikutip dari Reuters, Senin (5/10).
Negara-negara maju pada bulan lalu mendukung perpanjangan dari Debt Service Suspension Initiative G20, yang disetujui pada April untuk membantu negara-negara berkembang bertahan dari pandemi virus corona. Sebanyak 43 dari 73 negara potensial yang memenuhi syarat menangguhkan US$ 5 miliar dalam pembayaran utang.
Namun, negara-negara miskin juga memiliki utang yang besar kepada perbankan dan investor swasta. Malpass pun meminta mereka terlibat membantu negara-negara tersebut dari jeratan utang melalui restrukturisasi.