Aktivis Greta Thunberg Ejek Pemimpin Dunia soal Perubahan Iklim

ANTARA FOTO/REUTERS/Jennifer Gauthier
Aktivis iklim dan lingkungan Greta Thunberg berbicara dalam aksi mogok iklik di Vancouver Art Gallery di Vancouver, British Columbia, Kanada, Jumat (25/10/2019).
Penulis: Happy Fajrian
1/10/2021, 14.03 WIB

Aktivis iklim dan lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg mengejek komitmen para pemimpin dunia dalam mengatasi perubahan iklim. Ia mendeskripsikan janji iklim 30 tahun para pemimpin dunia sebagai “blah blah blah” atau racauan yang tidak disertai dengan aksi nyata.

Berbicara di konferensi tingkat tinggi Youth4Climate di Milan, Italia, Greta menilai apa yang dilakukan negara-negara di seluruh dunia yang berjanji untuk mencapai target iklim yang ambisius belum mampu mencegah perubahan iklim yang terus berlangsung.

“Membangun kembali lebih baik, blah blah blah,” ujar dara berusia 18 tahun ini, dikutip Washington Post, Jumat (1/10), merujuk ucapan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang sering menggunakan frasa tersebut saat memaparkan visinya tentang masa depan.

Ia juga mengejek pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang memperingatkan Kongres AS di masa kepresidenan Donald Trump pada 2018, bahwa “tidak ada planet B”, sambil mengajak negara-negara di dunia untuk bekerja sama mengurangi emisi karbon demi menyelamatkan bumi.

Sambil mengolok-olok Macron, Greta mengatakan, “tidak ada planet B, tidak ada planet blah. Semua yang diucapkan para pemimpin dunia terdengar ‘hebat’ tapi sejauh ini tidak ada aksi yang nyata. Harapan dan mimpi kita tenggelam dalam kata-kata dan janji kosong”.

Di hadapan sekitar 400 aktivis iklim dan lingkungan berusia 15-29 tahun, dia mendesak agar para pemimpin dunia untuk mencari jalan untuk transisi ke perekonomian rendah karbon.

Para aktivis di KTT ini akan membuat daftar rekomendasi yang akan ditinjau oleh pejabat pemerintah dan dibawa ke Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021, atau COP26, pada bulan November.

Aktivis iklim Uganda Vanessa Nakate, juga berbicara di KTT, mengatakan bahwa negara-negara yang rentan "masih menunggu" dana 100 miliar euro, atau US$ 117 miliar (Rp 1.675 triliun), yang dijanjikan oleh para pimpinan negara maju pada tahun lalu.

“Ini saatnya untuk menunjukkan ke kami uangnya. Ini saatnya!” ujarnya seraya menangis setelah menceritakan bahwa belum lama ini ia menyaksikan polisi di Uganda mengevakuasi jenazah korban banjir di negaranya.

Generasi muda di seluruh dunia telah berulang kali meminta para pemimpin dunia untuk memenuhi target iklim. Pasalnya sebuah laporan mengatakan bahwa masa depan generasi muda terancam perubahan iklim yang membuat suhu planet ini terus memanas. Simak databoks berikut:

Sebuah survei pada September juga menemukan bahwa semakin banyak orang melihat perubahan iklim sebagai ancaman yang terus membayangi masa depan. Generasi muda mengkhawatirkan bagaimana perubahan iklim berpotensi merugikan mereka di masa yang akan datang.

Greta melancarkan kritikan bertubi-tubi ke para pemimpin dunia setelah periode cuaca ekstrim menyebabkan rangkaian bencana di seluruh dunia pada musim panas ini. Bencana tersebut telah merenggut lebih dari 150 nyawa selama banjir besar di Jerman dan Belgia, serta saat gelombang panas menyapu Amerika bagian barat dan Kanada.

Pada laporan tinjauan iklim PBB edisi Agustus, panel iklim di badan internasional tersebut telah memperingatkan bahwa musim panas ekstrim tahun ini diperburuk oleh perubahan iklim yang disebabkan manusia. Di masa depan, gelombang panas, banjir, dan kebakaran diprediksi akan semakin parah.

Dalam laporan tersebut para ilmuwan memproyeksikan bahwa bumi dapat memanas hingga 6 derajat (fahrenheit) lebih tinggi pada akhir abad ini jika emisi gas rumah kaca tidak segera dikurangi.

“Dengan setiap peningkatan tambahan pemanasan global, perubahan ekstrem terus menjadi lebih besar,” kata laporan itu.

COP26 akan berlangsung di Glasgow, Skotlandia, pada bulan November. Konferensi ini akan menyambut para pemimpin, ilmuwan, dan juru kampanye saat mereka membahas krisis iklim dan tujuan dari kesepakatan Paris.

Pada COP26, para pemimpin dunia diharapkan untuk mempresentasikan target pengurangan emisi 2030, yang mencakup pengurangan deforestasi dan bekerja untuk menghentikan penggunaan batu bara.

Negara-negara juga diminta bekerja untuk melindungi ekosistem dunia dan membangun pertahanan yang melindungi masyarakat yang terkena dampak perubahan iklim.