Krisis Energi Merembet ke India yang Alami Kelangkaan Batu Bara

KATADATA/AJENG DINAR ULFIANA
Ilustrasi tambang batu bara. India mengalami kelangkaan batu bara dengan pasokan untuk pembangkit listrik yang hanya tersisa untuk tiga hari.
Penulis: Happy Fajrian
1/10/2021, 16.22 WIB

Sinyal krisis energi global semakin kuat. Setelah Inggris, Eropa, dan Cina, kini giliran India mengalami kelangkaan batu bara seiring melonjaknya permintaan energi dari sektor industri. Namun untuk meningkatkan impor terkendala harga batu bara global yang menyentuh rekor tertingginya.

Perusahaan penyedia listrik di India kini berebut untuk mengamankan pasokan batu bara karena persediaan mencapai titik terendah. Bahkan, lebih dari separuh dari 135 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) India, hanya memiliki stok batu bara kurang dari tiga hari.

Padahal pedoman pemerintah merekomendasikan ketersediaan pasokan setidaknya untuk dua minggu. Namun harga bahan bakar pembangkit listrik melonjak secara global karena permintaan listrik yang naik seiring dengan pertumbuhan industri, pengetatan pasokan batu bara dan gas alam cair.

India harus bersaing dengan pembeli seperti Cina, yang merupakan konsumen batubara terbesar di dunia, yang juga dalam tekanan untuk meningkatkan impor di tengah krisis listrik yang parah yang memaksa industri di negara tersebut tutup sementara.

Kenaikan harga minyak, gas, batu bara, dan listrik memberi tekanan inflasi di seluruh dunia dan memperlambat pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. Simak databoks berikut:

"Kegentingan pasokan diperkirakan akan berlanjut, dengan sektor non-listrik menghadapi tekanan karena impor tetap menjadi satu-satunya pilihan untuk memenuhi permintaan tetapi dengan biaya yang lebih tinggi," kata unit lembaga pemeringkat S&P CRISIL dalam laporannya, dikutip Reuters Jumat (1/10).

Salah satu unit lembaga pemeringkat internasional ini memproyeksi harga batu bara di Asia akan terus meningkat. Selain itu mereka juga memprediksi kelangkaan batu bara di India baru akan mulai membaik secara bertahap pada Maret tahun depan.

Namun seiring naiknya harga batu bara, produsen listrik di India yang terikat dalam perjanjian jangka panjang tidak dapat menaikkan harga listriknya kecuali dirinci dalam kontrak. Alhasil pembelian batu bara oleh produsen listrik yang bergantung pada impor berkurang signifikan.

Harga batubara dari eksportir utama telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa baru-baru ini, dengan harga Newcastle Australia naik sekitar 50% mencapai US$ 207,70 per ton, dan harga ekspor Indonesia naik 30% dalam tiga bulan terakhir. Simak databoks berikut:

Menurut perhitungan Reuters, patokan harga batu bara Indonesia bulan September adalah tujuh kali lebih tinggi dari bahan bakar kualitas serupa yang dijual oleh Coal India ke utilitas India.

“Pedagang yang membeli batu bara dari Coal India di pelelangan spot melakukan pembunuhan. Mereka menjual dengan harga premium 50-100% lebih tinggi,” kata seorang pejabat senior yang bertanggung jawab atas pengadaan batu bara di sebuah operator utilitas besar India.

Coal India yang merupakan perusahaan pelat merah, menyatakan bahwa harga batu bara global yang lebih tinggi dan tarif pengangkutan yang mahal membuat perusahaan produsen listrik yang bergantung pada batu bara impor mengurangi produksinya.

Lonjakan Permintaan Energi Industri

Pembangkit listrik India juga bergulat dengan lonjakan permintaan dari industri karena aktivitas ekonomi pulih dari gelombang terbaru pandemi Covid-19. Konsumsi listrik di pusat-pusat industri termasuk Maharashtra, Gujarat dan Tamil Nadu tumbuh antara 13,9% dan 21% dalam tiga bulan yang berakhir September.

Ketiga negara bagian tersebut menyumbang hampir sepertiga dari konsumsi listrik tahunan India, dengan konsumsi listrik terbesar dari industri dan perkantoran. Selama dua kuartal terakhir sektor perumahan dan pertanian menjadi pendorong utama konsumsi listrik setelah gelombang pertama virus corona.

Meskipun memiliki cadangan terbesar keempat, India adalah importir batu bara terbesar kedua di dunia. Utilitas mencapai sekitar tiga perempat dari keseluruhan konsumsinya, dengan Coal India menyumbang lebih dari 80% dari produksi.

“Tahun ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa dalam permintaan industri,” kata Managing Director regulator listrik Gujarat Shahmeena Husain, kepada Reuters.

Meskipun belum ada pemadaman listrik skala besar di India, defisit telah meningkat hampir empat kali lipat dari tingkat yang dapat diabaikan yang tercatat tahun lalu. Kekurangan sejauh ini sebagian besar terbatas pada negara bagian utara seperti Uttar Pradesh, Bihar dan Kashmir.

“Konsumsi domestik meningkat sekitar 10% dalam dua tahun terakhir karena bekerja dari rumah dan pendingin ruangan. Menyusul pembukaan industri setelah gelombang kedua, industri adalah raja," kata seorang pejabat senior pemerintah Tamil Nadu.