Rusia Banjir Sanksi, Pembekuan Aset Putin hingga Blokir Dana Investasi
Amerika Serikat (AS) dan sekutu Eropa menyatakan bakal meningkatkan sanksi atas invasi Rusia ke Ukraina, di mana Presiden Vladimir Putin dan menterinya menjadi target utama pengenaan sanksi. Keputusan Rusia melakukan operasi militer khusus ke Ukraina sejak Kamis (24/2), turut menambah panjang daftar sanksi bagi Negeri Beruang Merah.
"Kami bersatu dengan sekutu dan mitra internasional, untuk memastikan Rusia membayar harga ekonomi dan diplomatik yang amat mahal untuk invasi lebih lanjut ke Ukraina," kata Menteri Keuangan AS, Janet Yellen dalam pernyataannya, dilansir dari Reuters, Sabtu (26/2).
Selain Putin, AS juga menjatuhkan sanksi kepada Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Kepala Staf Umum Valery Gerasimov atas invasi Rusia ke Ukraina. "Jika perlu, kami siap untuk membebankan biaya lebih lanjut pada Rusia atas perilaku yang mengerikan di panggung dunia," ujarnya.
Melansir APnews, Sekretaris pers Gedung Putih, Jen Psaki mengatakan kalau AS sedang mempersiapkan sanksi individu baru terhadap Putin dan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, kemungkinannya larangan bepergian.
Pengumuman itu muncul beberapa jam setelah Uni Eropa mengumumkan akan membekukan aset Putin. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson juga mengatakan kepada para pemimpin NATO akan membekukan seluruh aset milikPutin dan Lavrov di wilayahnya.
Sementara itu, Psaki mengatakan AS juga menjatuhkan sanksi pemblokiran penuh terhadap Dana Investasi Langsung Rusia, yang berfungsi sebagai sumber dana negara untuk menarik modal ke dalam ekonomi Rusia. Sebelumnya, sekutu AS dan Eropa juga mengumumkan pembekuan aset dan hukuman lainnya terhadap bank-bank Rusia, perusahaan milik negara dan elit.
Seorang pejabat AS, anonim mengatakan ada perdebatan di antara pejabat pemerintah tentang apakah akan memasukkan Lavrov dalam sanksi. Itu karena, beberapa pihak ingin memastikan jalur untuk kontak diplomatik tetap terbuka.
Meski sanksi yang akan dijatuhkan tidak akan melarang kontak antara, Putin dan Biden, atau Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Lavrov, sanksi tersebut membuat upaya diplomatik dengan Rusia kembali "dingin".
Sementara itu, Duta Besar Ukraina untuk AS, Oksana Markarova, menyebut keputusan sekutu untuk membekukan aset Putin adalah keputusan yang tepat. "Dia adalah orang yang bertanggung jawab atas perang yang sekarang dilancarkan Federasi Rusia terhadap kita,” kata Markarova kepada wartawan di kedutaan Ukraina di Washington.
Di sisi lain, lembaga pemeringkat kredit, Moody's mengatakan pada Jumat (25/2) telah meninjau peringkat Rusia untuk dipangkas. Alhasil, peringkat Rusia berubah menjadi junk atau sampah, dari peringkat sebelumnya Baa3 alias spekulatif atau berisiko tinggi.
Tak sampai di situ, lembaga pemeringkat Fitch juga memangkas peringkat kredit Ukraina menjadi CCC yang berarti non investment grade alias sampah. Sebelumnya, Ukraina memiliki rating B dari Fitch yang berarti negara dianggap memiliki kemampuan cukup dalam melunasi utangnya.
"Ada 'kekhawatiran serius' seputar kemampuan Rusia untuk mengelola dampak mengganggu dari sanksi baru terhadap ekonomi, keuangan publik, dan sistem keuangannya," kata Moody's dilansir dari Antara, Sabtu (26/2).
Sementara itu, Moody's mengatakan konflik ekstensif dapat menimbulkan risiko bagi likuiditas dan posisi eksternal pemerintah Ukraina. Terlebih, jatuh tempo obligasi eksternal cukup besar di tahun-tahun, disertai ketergantungan ekonomi pada pendanaan mata uang asing.
Invasi Rusia ke Ukraina dapat menyebabkan serentetan penurunan peringkat kredit. S&P Global juga memperingatkan ekonomi global, dan Eropa khususnya, untuk menghadapi gambaran ekonomi yang kemungkinan berbeda jauh dari harapan tahun ini.