Jepang Habiskan Rp 3.100 T untuk Pemulihan Insiden PLTN Fukushima

ANTARA FOTO/REUTERS/Kyodo//hp/cf
Foto udara memperlihatkan tangki penyimpanan untuk air olahan di pembangkit tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh akibat tsunami di kota Okuma, prefektur Fukushima, Jepang, 13 Februari 2021.
11/3/2022, 18.45 WIB

Hari ini 11 tahun lalu, tepatnya 11 Maret 2011, Jepang mengalami bencana nuklir terparah setelah Chernobyl Ukraina 1986, pada pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima di kota Okuma, 220 kilometer (km) dari Tokyo.

Guna memperbaiki segala kerusakan yang diakibatkan oleh insiden PLTN Fukushima, peneliti dari Universitas Nagasaki, Tatsujio Suzuki mengatakan bahwa pemerintah Jepang telah menggelontorkan hingga US$ 223,1 miliar atau setara dengan Rp 3.190 triliun dengan nilai kurs hari ini.

Sejak peristiwa tersebut, Jepang mulai melakukan phase out atau mempensiunkan pembangkit nuklir lainnya. Salah satu alasan yang paling mendasar yakni tenaga nuklir tidak lagi menjadi sumber energi yang murah.

“Nuklir bukan sumber energi murah lagi,” kata Suzuki saat menjadi pembicara pada diskusi Dinamika Perkembangan PLTN Pasca Kecelakaan Fukushima, Jumat (11/3).

Lebih lanjut, kata Suzuki, kecelakaan PLTN Fukushima benar-benar mengubah lanskap sektor energi Jepang, di mana nuklir tidak lagi menjadi andalan atau sumber energi utama. Sebelum kecelakaan, setidaknya terdapat 54 unit PLTN yang beroperasi, saat ini jumlahnya hanya tinggal 10 unit. Selain itu, porsi energi nuklir di Jepang juga berkurang dari awalnya 25,9% menjadi 3,9%.

“Dari kecelakaan PLTN Fukushima, kami mendapat pelajaran bahwa penilaian risiko teknik tidaklah cukup dan diperlukan peninjauan atas kebijakan ini (PLTN) dengan lebih mendengarkan peneliti independen demi membangun kembali kepercayaan publik,” kata Suzuki.

Ia menambahkan bahwa efek dari bencana nuklir Fukushima masih terasa hingga saat ini. Per April 2021 hanya ada 2,5% warga Kota Okuma yang kembali ke rumahnya dan hanya 9,2% warga Kota Tomioka, yang juga terdampak insiden ini, yang kembali.

“76% tanah dari total luas wilayah 14 juta meter persegi yang terkontaminasi telah diangkut. Tanah-tanah ini akan diproses melalui berbagai tahap untuk mengurangi paparan radiasi nuklir sebelum diangkut ke tempat penyimpanan sementara,” ujar Suzuki.

Walau memiliki pengalalam buruk terhadap PLTN, pemerintah Jepang belum sepenuhnya meninggalkan nuklir sebagai bagian strategi meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Pemerintah Jepang meminta operator untuk terus melanjutkan PLTN dan meningkatkan upaya untuk memastikan kejadian Fukushima tak terulang.

“Tenaga nuklir itu seperti obat yang memiliki efek samping yang tinggi. Jadi jangan pilih itu (tenaga nuklir) disaat kalian belum membutuhkan itu. Dan kalau kalian akhirnya memilih tenaga nuklir, pastikan kalian siap menerima efek samping yang ada,” kata Suzuki.

Seperti diketahui, 11 tahun lalu gempa berkekuatan 9 skala magnitudo mengguncang Jepang hingga memicu tsunami setinggi 15 meter yang menghantam empat pembangkit Listrik tenaga nuklir (PLTN), salah satunya PLTN Fukushima.

Gempa memicu sistem PLTN Fukushima secara otomatis menghentikan operasionalnya dan mulai menyalakan generator diesel untuk memompa air untuk mendinginkan reaktor nuklir.

Akan tetapi, 12 dari 13 generator yang tersedia tersampu oleh gelombang tsunami yang membuat proses pendinginan reaktor nuklir terhenti sehingga mengakibatkan peluruhan atau meltdown pada inti reaktor.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu