Jepang Gaet Rusia Terkait Perikanan meski Mengecam Invasi ke Ukraina

Pexels/Nothing Ahead
Ilustrasi daging ikan salmon
Penulis: Desy Setyowati
24/4/2022, 12.08 WIB

Jepang dan Rusia mencapai kesepakatan tentang kuota penangkapan ikan salmon dan trout Tokyo yang bertelur di sungai-sungai negara lintas benua itu. Padahal, Jepang sebelumnya memberikan sanksi kepada Rusia terkait invasi ke Ukraina.

Kedua negara menyepakati kuota 2.050 ton di dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang untuk tahun ini. Besarannya sama seperti tahun lalu.

“Pembayaran kepada Rusia untuk ‘biaya kerja sama’ sekitar 200 juta yen (Rp 22,2 miliar) dan 300 juta yen (Rp 33,3 miliar), tergantung tangkapan sebenarnya,” demikian kata Badan Perikanan Jepang dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Minggu (24/4).

Batas bawah biaya yang dibayarkan oleh Tokyo ke Moskow untuk salmon dan trout, berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, berkurang 60 juta yen dibandingkan tahun lalu. Ini karena penurunan hasil tangkapan dalam beberapa tahun terakhir.

Kedua negara akan menandatangani dokumen tersebut besok (25/4). Dengan kesepakatan tersebut, nelayan Jepang diharapkan mulai beroperasi di ZEE dekat Hokkaido, pulau utama paling utara Jepang, pada awal Mei.

Pekan lalu (11/4), kedua pemerintah memulai negosiasi untuk kuota penangkapan ikan salmon dan trout Jepang.

Di Hokkaido, larangan penangkapan ikan dengan jaring untuk salmon dan trout biasanya dicabut pada 10 April. Namun tahun ini, penangkapan ikan tidak diizinkan karena larangan tersebut tetap berlaku sambil menunggu hasil negosiasi.

“Ini adalah bagian dari kerja sama Jepang dalam pengelolaan sumber daya yang dilakukan oleh Rusia,” kata seorang pejabat Badan Perikanan Jepang. "Saya tidak melihat ada masalah dengan itu."

Dalam pembicaraan tahun lalu, kedua negara menyepakati pembayaran ke Rusia sekitar 260 juta yen hingga 300 juta yen, tergantung pada hasil tangkapan. Ini dengan biaya aktual menjadi 260 juta yen.

Kuota Jepang di ZEE Rusia, yang biasanya dibahas bersama dengan kuota di ZEE Tokyo, masih belum diputuskan.

Kedua negara juga mendiskusikan kuota sumber daya ikan seperti ikan sauri dan cumi-cumi di dalam ZEE masing-masing sepanjang tahun.

Namun Jepang memberikan sanksi kepada Rusia terkait invasi ke Ukraina. Tokyo melarang ekspor peralatan untuk fasilitas pengolahan atau kilang minyak ke Negeri Beruang Merah.

"Jepang melarang ekspor peralatan kilang minyak tujuan Rusia dan barang keperluan umum tujuan Belarusia yang dapat digunakan oleh militernya," kata Kementerian Keuangan Jepang dikutip dari Channel News Asia.

Pemerintah Negeri Matahari Terbit itu juga membekukan aset bagi 32 pejabat Rusia dan Belarusia. Pejabat ini termasuk wakil kepala staf untuk pemerintahan Presiden Vladimir Putin, wakil ketua parlemen negara bagian, kepala Republik Chechnya, dan pejabat perusahaan yang dekat dengan pemerintahan Putin, seperti Wagner, Volga Group, dan Transneft.

Jepang pun melarang ekspor mobil mewah dan barang-barang lainnya ke Rusia. Langkah ini bertujuan untuk menambah tekanan pada negara yang dipimpin Vladimir Putin itu secara finansial.

Keputusan diambil setelah rapat Kabinet Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, bulan lalu (29/3). "Kami akan bekerja dengan komunitas internasional, termasuk negara-negara G7, untuk menerapkan sanksi keras," kata Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, Koichi Hagiuda,  dikutip dari Kyodo News.

Selain itu, Jepang akan melarang impor batu bara Rusia. “Dengan secara bertahap mengurangi impor, kami akan menurunkan ketergantungan energi pada Rusia,” kata Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, dikutip dari Financial Times, dua pekan lalu (8/4).

"Kami akan berfokus pada energi terbarukan dan tenaga nuklir untuk menggantikan pasokan yang hilang," tambah Fumio.

Jepang merupakan importir batu bara terbesar ketiga di dunia setelah India dan Cina. Sedangkan Rusia menjadi pemasok batu bara terbesar kedua untuk Jepang.

Hubungan energi dengan Rusia sedikit sensitif, karena beberapa kota terbesar Jepang sangat bergantung pada Rusia untuk energi. Hiroshima misalnya, mengimpor setengah pasokan gas dari Rusia. Sedangkan Tokyo sekitar 10%.

Selain itu, Jepang juga memiliki proyek gas alam cair  atau liquified natural gas (LNG) dan minyak di Sakhalin dan Arktik. Terkait proyek LNG di dua lokasi ini, Jepang menyatakan tidak akan menarik komitmennya.

Jepang mempertimbangkan mendiversifikasi ke energi lain, seperti surya dan angin. Salah satu pilihan diversifikasi energi yang mencuat adalah menghidupkan kembali pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN)