Sepak Terjang Eks PM Jepang Shinzo Abe hingga Terbunuh Saat Kampanye
Mantan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe dilaporkan wafat pada Jumat (8/7), setelah ditembak saat tengah berkampanye untuk mendukung seorang kandidat dalam pemilihan majelis tinggi di kota Nara, Prefektur Nara.
Abe lahir pada 21 September 1954 dari keluarga politik terkemuka di Tokyo yang memiliki pengaruh kuat terhadap perekonomian Jepang pada masa sebelum perang, masa perang, dan pasca perang di negara itu.
Darah politik mengalir deras dalam keluarganya. Kakek Abe dari pihak ibu, Nobusuke Kishi, merupakan PM Jepang pada periode 1957-1960. Sedangkan kakek dari pihak ayah, Kan Abe, merupakan anggota DPR (house of representatives) pada masa Perang Dunia II, dan ayahnya, Shintaro Abe, anggota DPR pada 1958-1991.
Shintaro Abe juga sempat menjabat sebagai Ketua Sekretaris Kabinet (Chief Cabinet Secretary), Menteri Perdagangan dan Industri Internasional, dan Menteri Luar Negeri. Pada masa Perang Dunia II, Shintaro mengajukan diri untuk menjadi pilot kamikaze (pilot bunuh diri), namun perang berakhir sebelum pelatihannya selesai.
Perdana Menteri Termuda Kedua Jepang
Mengutip BBC, usai menyelesaikan pendidikannya di bidang ilmu politik Seikei University pada 1977, dan ilmu kebijakan publik di University of Southern California’s School of Policy, Planning, and Development, Shinzo Abe tak langsung terjun ke dunia politik.
Ia sempat bekerja di pabrik baja, Kobe Steel, pada April 1979. Pada 1982 ia berhenti untuk memulai karir politiknya di pemerintahan sebagai asisten eksekutif Menteri Luar Negeri. Ia juga menjadi sekretaris pribadi ketua dewan umum Partai Demokrasi Liberal (Liberal Democratic Party/LDP) dan sekretaris pribadi sekretaris jenderal LDP.
Barulah pada 1993, di usia 38 tahun, ia terpilih sebagai anggota DPR, mewakili distrik 1 Yamaguchi, sampai 1996. Pada 1996 ia terpilih lagi sebagai anggota DPR, namun kali ini mewakili distrik 4 Yamaguchi hingga saat ini.
Abe merupakan anggota faksi Mori (Mori Faction) dari LDP, yang juga melahirkan beberapa PM Jepang seperti Yoshiro Mori (2000-2001) dan Jun’ichiro Koizumi (2001-2006).
Pada Oktober 2005, Abe dilantik menjadi kepala sekretaris kabinet di bawah PM Jun’ichiro Koizumi. Jabatan ini ia pegang sampai September 2006 ketika ia terpilih sebagai PM Jepang pada usia 52 tahun, termuda kedua dalam sejarah setelah Fumimaru Konoe yang terpilih di usia 49 tahun di 1940.
Masa jabatan pertamanya diwarnai oleh kontroversi hingga ia mengundurkan diri sebagap pemimpin partai dan PM hanya satu tahun kemudian karena kondisi kesehatan. Masa jabatan pertamanya diwarnai kontroversi dan kesehatan yang memburuk. Ia mengundurkan diri sebagai pemimpin partai dan perdana menteri pada tahun 2007.
Setelah ia mundur, tak kurang lima orang mengisi posisi PM dalam lima tahun sampai akhirnya Abe terpilih lagi melalui pemilihan umum pada 2012. Masa jabatan kedua Abe ini merupakan masa jabatan terpanjang berturut-turut untuk kepala pemerintahan Jepang.
Lahirnya Abenomics
Abe menjabat selama masa gejolak ekonomi dan dengan tugas besar untuk mendorong perekonomian Jepang setelah beberapa dekade mengalami stagnasi. Segera setelah dia terpilih kembali sebagai perdana menteri pada tahun 2012, dia meluncurkan eksperimen besar yang dikenal sebagai "Abenomics."
Abenomics termasuk tiga kebijakan, yang ia sebut sebagai anak panah ekonomi, di antaranya stimulus moneter besar-besaran, peningkatan pengeluaran pemerintah, dan reformasi struktural.
Sekutu Abe memuji rencana untuk menghidupkan kembali ekonomi negara dan meningkatkan kepercayaan konsumen dan investor. Tetapi setelah awal yang kuat, ekonomi Jepang kembali goyah. Pada 2015 Abe menembakkan tiga panah baru yang dirancang untuk meningkatkan PDB.
Namun sebelum tiga panah baru tersebut mencapai targetnya, Covid-19 mulai terdeteksi di Jepang pada 2020 dan kebijakan pengendalian pandemi membawa negara itu masuk ke dalam jurang resesi.
Salah satu pencapaian domestik utama Abe adalah mengamankan Olimpiade Tokyo 2020. Abe membuat gembira para penggemar video game di seluruh dunia ketika ia terkenal berpakaian sebagai ikon Jepang Super Mario selama upacara penutupan Olimpiade Rio 2016, untuk memperkenalkan Tokyo sebagai kota tuan rumah berikutnya.
Dikesampingkan Amerika dan Membuat Marah Cina
Sebagai PM, Abe dikenang karena kebijakannya untuk meningkatkan anggaran pertahanan telah merubah muka kebijakan militer Jepang dalam 70 tahun. Pada 2015, pemerintahan Abe meloloskan interpretasi ulang kebijakan pasif militer Jepang pasca Perang Dunia 2 yang memungkinkan pasukan Jepang untuk terlibat pertempuran di luar negeri dengan syarat yang ketat.
Abe berpendapat perubahan itu diperlukan untuk menanggapi lingkungan keamanan yang lebih menantang, terutama dalam menghadapi aksi militer Cina di Laut Kuning, Laut Cina Timur, dan Laut Cina Selatn, serta uji coba rudal yang sering dilakukan oleh Korea Utara.
Kiprah Abe di panggung geopolitik juga mendapat sorotan. Selama masa jabatannya Abe berusaha untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan Beijing melalui panggilan telepon bersejarah dengan Presiden Cina Xi Jinping pada 2018.
Pada saat yang sama, Abe juga membangun hubungan yang kuat dengan Amerika dan pada 2016 berusaha untuk membangun hubungan pribadi dengan mantan Presiden Amerika Donald Trump yang ketika itu baru terpilih sementara mantan Presiden Barack Obama masih menjabat.
Dia sangat mendukung sikap keras awal Trump terhadap Korea Utara yang sejalan dengan pandangannya. Namun ketika Trump mulai membangun diplomasi dengan Presiden Korea Utara Kim Jong Un melalui bantuan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, Abe mulai merasa dikesampingkan.
Selama masa jabatannya, hubungan Jepang dengan Korea Selatan memburuk. Kedua negara terlibat dalam perselisihan besar di mana kesepakatan perdagangan dan intelijen militer dibatalkan, sebagian karena warisan Perang Dunia II dan penjajahan brutal Jepang di Semenanjung Korea.
Setelah mengundurkan diri dari jabatannya pada 2020 karena masalah kesehatan, Abe yang masih menjabat sebagai kepala faksi terbesar LDP membuat marah Cina dengan menyerukan komitmen besar Jepang dan negara-negara sekutunya untuk membela demokrasi di Taiwan.
Sebagai tanggapan, Beijing memanggil duta besar Jepang dan menuduh Abe secara terbuka telah menantang kedaulatan Cina.