Mahkamah Agung atau MA mengabulkan permohonan kasasi mantan Direktur Utama Pertamina 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan. Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf pun menyambut baik vonis bebas Karen dalam kasus dugaan korupsi investasi blok migas Basker Manta Gummy (BMG), Australia pada 2009.
Keputusan vonis lepas menjadi kabar segar terutama bagi perusahaan migas pelat merah itu. Apalagi menurut Nanang, Karen merupakan sosok yang berjasa bagi Pertamina.
"Kami sangat berysukur sekali, orang yang telah berjasa ke Pertamina akhirnya bebas dari perkara yang menjeratnya," ujar Nanang kepada Katadata.co.id, Selasa (10/3).
Lebih lanjut, Nanang berujar, kasus tersebut menjadi pelajaran bagi jajaran direksi Pertamina untuk lebih cermat dan hati-hati dalam mengambil keputusan investasi. Sehingga pengalaman yang pernah menimpa Karen tidak terulang kembali.
"Harus lebih cermat dan taat menjalankan bisnis sesuai aturan good corporate governance serta mendokumentasikan proses penting saat pengambilan keputusan," ujarnya.
(Baca: Kasasi Dikabulkan, MA Vonis Bebas Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan)
Majelis hakim kasasi MA menjatuhkan vonis bebas terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan pada hari Senin (9/3). MA menganggap perbuatan Karen bukanlah tindak pidana namun murni keputusan bisnis.
Karen sebelumnya mengajukan kasasi usai divonis delapan tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam kasus blok Basker Manta Gummy (BMG). “Alasan pertimbangan majelis karena business judgement rule dan bukan merupakan pidana,” ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Katadata.co.id, Senin (9/3).
MA menjelaskan putusan direksi dalam aktivitas perseroan tak dapat diganggu gugat meski berujung kerugian bagi perusahaan. Hal ini bertolak dari karakteristik dunia bisnis yang sulit untuk diprediksi.
“Dan tidak bisa ditentukan pasti,” kata Andi.
Sedangkan Majelis hakim kasasi yang menangani kasus Karen adalah Suhadi selaku Ketua Majelis dan Prof Krisna Harahap, Prof Abdul Latif, Prof Muhammad Askin, dan Sofyan Sitompul merupakan hakim anggota.
(Baca: Beberapa Bos BUMN Pernah Tersandung Kasus Mirip Karen Agustiawan)
Sebelumnya, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menilai Karen merugikan keuangan negara dan memperkaya orang lain atau korporasi dalam kasus tersebut. Karen dianggap telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Direktur Pertamina ketika berinvestasi di Blok BMG dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 568,06 miliar.
Persoalan tersebut terjadi saat Pertamina membeli sebagian aset di Blok BMG Australia melalui Participation Interest tanpa didasari kajian kelayakan atau feasibility study berupa kajian secara lengkap (final due dilligence). Investasi di Blok BMG itu juga tidak didasarkan pada analisa risiko yang dilakukan oleh konsultan keuangan Deloitte.
Padahal, Deloitte telah menyatakan bahwa sangat berisiko jika Pertamina mengakuisisi sebagian aset di Blok BMG. Selain itu, penandatanganan Agreement for Sale and Purchase BMG Project tanggal 27 Mei 2009 senilai US$ 31,91 juta tidak didasari persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris Pertamina.
Lebih lanjut, produksi minyak mentah yang dihasilkan di Blok BMG jauh di bawah perkiraan Pertamina. Produksi di Blok BMG juga terhenti pada 2010 karena PT ROC merasa produksi di Blok BMG tidak ekonomis jika diteruskan Hal tersebut lantas membuat penggunaan dana investasi sebesar US$ 31,492,851 serta biaya-biaya yang timbul lainnya sejumlah AU$ 26,808,244 tidak memberikan manfaat atau keuntungan kepada Pertamina dalam menambah cadangan dan produksi minyak.
(Baca: Cegah Kasus Karen, Pertamina Hanya Akuisisi Blok Migas Produksi)