Pertamina memproyeksikan produksi Blok Rokan pada tahun depan hanya sekitar 140 ribu barel minyak per hari (bopd), turun 13% dari target tahun ini sebesar 160 ribu bopd. Itu lantaran Pertamina tak sepakat dengan Chevron Pacific Indonesia (CPI) terkait rencana transisi pada tahun ini.
Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H. Samsu menjelaskan pihaknya sudah menawarkan opsi Joint Drilling Agreemant (JDA) kepada Chevron. Dengan opsi tersebut, Chevron akan mengebor Blok Rokan tahun ini atas biaya Pertamina.
Namun opsi JDA tersebut ditolak oleh Chevron dengan pertimbangan keekonomian yang tidak menarik. Meski begitu, Dharmawan enggan berkomentar lebih jauh mengenai penolakan Chevron tersebut.
"Karena itu kan ada beberapa diskusi yang sifatnya sangat internal, tapi yang bisa saya share yaitu kami sudah menawarkan joint drilling agreement," kata Dharmawan saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (9/3).
Dia pun memproyeksi nasib Blok Rokan akan seperti Blok Mahakam yang produksinya turun ketika alih kelola ke Pertamina. "Kemungkinan yang kami lihat sekarang apa yang terjadi di Mahakam bakal terjadi di Rokan," ujar dia.
Biarpun begitu, Pertamina punya waktu sekitar 15 bulan untuk mempersiapkan pengelolaan Blok Rokan. Dharmawan menyebut pihaknya sudah mempersiapkan pengadaan alat pengeboran di Blok Rokan. Sebab, proses tersebut membutuhkan waktu hingga satu tahun.
"Yang terpenting yaitu memastikan pada saat alih kelola tim pengeboran sudah siap terjun ke lapangan. Jadi tidak ada delay," ujarnya.
(Baca: Diminta SKK Migas Investasi, Chevron Prioritaskan Transisi Blok Rokan)
Dikonfirmasi secara terpisah, Manager Corporate Communication Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo enggan berkomentar mengenai alasan perusahaan menolak JDA yang ditawarkan Pertamina. Hanya saja dirinya menyatakan terus bekerja sama dengan Pemerintah dan Pertamina untuk memastikan transisi berjalan dengan aman dan lancar.
"Namun, sesuai kebijakan, kami tidak dapat memberikan informasi trersebut secara rinci," ujar Sonitha kepada Katadata.co.id.
Di sisi lain, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Julius Wiratno menyebut pihaknya bakal memaksa Chevron agar mau mengebor Blok Rokan pada tahun ini. Dengan tawaran, Chevron bakal mendapat pengembalian atas biaya cost recovery secara cepat.
"Opsi internal SKK Migas seperti itu. Karena sudah hampir setahun diskusi dengan Chevron belum rampung," ujarnya.
Blok Rokan merupakan blok minyak terbesar kedua di Indonesia. Luasnya sekitar 6.220 kilometer dan memiliki 96 lapangan migas. Tiga di antaranya memiliki potensi minyak yang sangat baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap.
Sejak beroperasi pada 1971 hingga 31 Desember 2017, total produksi di Blok Rokan mencapai 11,5 miliar barel minyak. Namun, produksi Blok Rokan terus menurun.
Apalagi Chevron tidak lagi berinvestasi untuk aktivitas apapun di Blok Rokan pada 2020. SKK Migas pun hanya menargetkan produksi Blok Rokan tahun ini sebesar 161 ribu bopd atau turun dibanding target 2019 yang sebesar 190 ribu bopd.
(Baca: SKK Migas: Pertamina Tak Perlu Kaji Ulang Metode EOR di Blok Rokan )