Dua bulan sudah virus corona (Covid-19) menebar ancaman di seluruh dunia. Industri pariwisata merupakan industri yang paling terdampak penyebaran virus ini. Reaksi berantai atau efek domino pun terjadi pada sektor-sektor penunjang pariwisata, seperti hotel dan restoran maupun pengusaha retail.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengatakan, dampak penyebaran virus corona dirasakan oleh pengusaha hotel, restoran, dan maskapai penerbangan yang memiliki pangsa dan nilai investasi yang masif. Dinamika ini dikatakan sebagai force majeure atau kondisi yang tidak dapat dihindari.
Anjloknya okupansi hotel hingga angka 40% membawa dampak yang cukup besar bagi kelangsungan bisnis hotel. Pasalnya, hotel memiliki karyawan dan properti dalam jumlah besar. Beberapa hotel di Batam dan Bali meminta karyawannya untuk cuti di saat permintaan sepi.
"Dalam jangka pendek mereka lakukan itu. Kalau di atas bulan April masih sepi, apalagi ke depan kita masuk bulan puasa, ini bahaya,” ujar Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yusran Maulana kepada Katadata.co.id, Senin (24/2).
Melemahnya pariwisata juga diprediksi berdampak pada industri retail. Meski tidak terlalu berdampak pada ketersediaan stok, efek tersebut terasa sangat signifikan dari segi transaksi.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, industri retail berpotensi kehilangan omzet sebesar US$ 48 juta atau sekitar Rp 652 miliar seiring menurunnya kunjungan turis dari Negeri Panda dalam dua bulan terakhir. Adapun daerah yang sektor retailnya paling terdampak adalah Manado, Bali, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan, dan Jakarta.
Sementara itu, hasil perhitungan Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) menunjukkan, sektor perdagangan Indonesia diprediksi akan mengalami sejumlah kontraksi. Lebih dari 495 jenis komoditas atau 13% komoditas dengan tujuan ekspor Tiongkok akan terimbas. Selain itu, sekitar 299 jenis barang impor dari Tiongkok diperkirakan menyusut atau bahkan menghilang dari pasar Indonesia.
“Sebagian besar produk yang merupakan barang konsumsi strategis akan memiliki implikasi serius terhadap inflasi dalam negeri,” ujar Peneliti P2E LIPI Panky Tri Febriansyah, dalam siaran pers.
(Baca: Isolasi Tiongkok dan Risiko Kehilangan Pembelanja Terbesar Wisata Dunia)
Gempuran terhadap UMKM
Penyebaran virus corona juga berdampak pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Efek dari penurunan okupansi hotel itu juga akan terkena ke sektor UMKM, karena setiap orang yang datang ke satu destinasi pasti menyentuh UMKM, entah cenderamata, oleh-oleh, atau bahan pokok,” ujar Maulana.
Berdasarkan data yang diolah P2E LIPI, dampak penurunan pariwisata terhadap UMKM yang bergerak di usaha makanan dan minuman (mamin) mikro mencapai 27%. Sedangkan, dampak terhadap usaha kecil mamin sebesar 1,77% dan usaha menengah di angka 0,07%.
Pengaruh virus corona terhadap unit usaha kerajinan dari kayu dan rotan, usaha mikro akan berada di angka 17,03%. Untuk usaha kecil di sektor kerajinan kayu dan rotan 1,77% dan usaha menengah 0,01%. Sementara itu, konsumsi rumah tangga juga akan terkoreksi antara 0,5% hingga 0,8%.
Padahal, UMKM memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada 2016 sektor UMKM mendominasi 99,9% unit bisnis di Indonesia. Dari angka tersebut, jenis usaha mikro paling banyak menyerap tenaga kerja hingga 87% seperti terlihat dalam Databoks di bawah ini.
Depresiasi yang signifikan ini dirasakan oleh sejumlah pelaku UMKM di Bali. Salah satunya Ni Luh Gede Meiyana, seorang pelaku UMKM yang berjualan di sebuah mal di Denpasar. Sejak ancaman virus corona merebak, perputaran bisnisnya terganggu karena omset menurun. “Sangat terasa sekali penurunannya sekarang,” ujarnya seperti dikutip NusaBali.com.
(Baca: Bimbang Tawaran Tiket Pesawat Murah dan Kekhawatiran Virus Corona)
Langkah Pemerintah
Maulana menyatakan, setidaknya ada tiga poin yang harus diperhatikan pemerintah guna meredam potensi dampak negatif pelemahan perekonomian dan sejumlah blokade perdagangan akibat wabah Covid-19 ini. Pertama, memberikan stimulus ekonomi agar tetap berjalan. Kedua, mencegah tenaga kerja terkena dampak yang cukup signifikan. Ketiga, memastikan segmen UMKM tetap bergerak.
“Di situ harus ada relaksasinya. Relaksasi terhadap cost-nya, relaksasi terhadap pajak daerah, dan relaksasi terhadap kewajiban di perbankan masalah keuangan itu harus ada,” ungkapnya.
Sejumlah kebijakan strategis disiapkan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan kebijakan countercyclical dalam bentuk stimulus untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
(Baca: Bantu Sektor Terdampak Corona, OJK Relaksasi Aturan Kredit Bermasalah)
Stimulus pertama yang diberikan OJK dengan merelaksasi aturan penilaian aset kredit dengan plafon sampai dengan Rp 10 miliar. Penilaian kualitas kredit hanya didasarkan pada satu pilar, yaitu ketepatan pembayaran pokok dan bunga terhadap kredit yang telah disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak virus corona.
OJK juga merelaksasi pengaturan restrukturisasi kredit yang disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak wabah virus corona. Sektor-sektor tersebut sejalan dengan sektor yang diberikan insentif oleh pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah juga akan memberikan insentif untuk pelaku usaha yang bergerak di bidang pariwisata di sepuluh destinasi pariwisata yang terdampak virus corona. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan, stimulus itu berupa penghapusan tarif pajak hotel dan restoran atau pajak nol persen.
Penulis: Destya Galuh Ramadhani (Magang)