KPK Ditantang Usut Kasus Jiwasraya, Skandal Terbesar Setelah BLBI

ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019). Pemerintah sudah memiliki skenario untuk menangani masalah kekurangan modal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yakni dengan cara pembentukan holding asuransi atau penerbitan obligasi subordinasi atau mandatory convertible bond (MCB) dan pembentukan anak usaha PT Jiwasraya Putra.
Editor: Ekarina
29/12/2019, 15.43 WIB

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi menyebut kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya sebagai skandal keuangan terbesar di Indonesia setelah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sebab, Jiwasraya menyatakan kepada DPR membutuhkan dana Rp 32,98 triliun guna memperbaiki struktur permodalannya dan mengakibatkan gagal bayar polis nasabah.

"Kasus Jiwasraya salah satu skandal terbesar di Indonesia setelah BLBI," kata Didi di Jakarta, Minggu (29/12).

Oleh karena itu, dia menantang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkap skandal kasus tersebut sekaligus sebagai pembuktian kerja. Sosok Firli sebelumnya sempat diragukan kapabilitasnya sebagai ketua lembaga antirasuah oleh sebagian kalangan. 

(Baca: Kemelut Jiwasraya Sejak 1998, Politisi PDIP: Jangan Saling Menyalahkan)

"Justru ini kan kasus megakorupsi dan banyak orang meragukan Pak Firli . Dia harus membuktikan, KPK harus berani menepis anggapan Pak Firli sebagai orang titipan," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (29/12).

Lebih lanjut, ia pun meminta agar seluruh pihak penegak hukum mulai dari Kejaksaan Agung, aparat kepolisian serta KPK bersama-sama mengungkap kemelut di tubuh perusahaan asuransi pelat merah ini.

"Untuk awal kalau dikeroyok ramai-ramai malah bagus. Asal semuanya bersama-sama karena  tujuannya baik mengungkap kasus yang besar. Tinggal nanti dibagi mana Kejaksaan, KPK dan Polisi," ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus dari partai PDIP menilai persoalan Jiwasraya ini akan segera rampung.  Dia juga menyatakan tidak ada toleransi bagi pihak siapa saja yang ikut bermain dalam kasus tersebut.

"Tidak boleh ada yang dilindungi. Kita gak ada urusan. Saya mau periode Pak Jokowi meninggalkan legacy yang baik," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyatakan perusahaan tak dapat membayar klaim polis Rp 12,4 triliun untuk periode Oktober-November 2019. Hexana tak dapat memastikan kapan pembayaran klaim polis yang sudah jatuh tempo itu, karena perusahaan berada dalam tekanan likuiditas.

"Tentu tidak bisa. Saya tidak bisa memastikan kapan tanggalnya," kata Hexana saat RDP dengan Komisi VI DPR di Jakarta, kemarin (16/12).

(Baca: Jaksa Agung Cekal ke Luar Negeri 10 Orang Terkait Kasus Jiwasraya)

Berdasarkan salinan dokumen Jiwasraya saat RDP dengan Komisi XI DPR menunjukkan, modal atau ekuitas Jiwasraya per September 2019 negatif sebesar Rp 23,92 triliun.

Masalah keuangan yang membelit Jiwasraya itu disinyalir  terjadi akibat kegagalan investasi selama bertahun-tahun. Adapun masalah ini juga tengah diusut Kejaksaan Agung lantaran ada dugaan korupsi pengelolaan dana investasi Jiwasraya dengan perkiraan kerugian negara hingga Agustus lalu mencapai Rp 13,7 triliun.

Kejaksaan Agung juga telah menerbitkan surat perintah penyidikan bernomor PRINT-33/F.2/Fd.2/12/2019 pada tanggal 17 Desember 2019. Penyidikan kasus ini akan berjalan 90 hari yang akan berakhir Maret 2020.

Sebanyak tim 16 jaksa yang terdiri dari 12 anggota dan 4 pimpinan tim telah dibentuk untuk menyelidiki kasus tersebut. Hingga kini, mereka telah memeriksa 89 saksi kasus Jiwasraya, namun masih belum ada yang dijadikan tersangka.

Jaksa Agung ST Burhanuddin telah mengumumkan pencekalan luar negeri terhadap 10 orang. Pencekalan diberlakukan Kamis 26 Desember 2019 dan berlaku selama enam bulan ke depan untuk keperluan penyelidikan.

Reporter: Verda Nano Setiawan