Terjerat Suap Distribusi Gula, Dirut PTPN III Serahkan Diri ke KPK

ANTARA FOTO/RENO ESNIR
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif (tengah), Saut Situmorang (kiri) didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah (kanan) menggelar konferensi pers terkait tersangka baru kasus korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/6/2019). KPK menetapkan pengusaha Sjamsul Nursalim dan istri sebagai tersangka terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan KPK membuka penyidikan baru, dugaan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Tumenggung, selaku Kepala BPPN dalam proses pemenuhan kewajiban pe
Penulis: Dimas Jarot Bayu
4/9/2019, 12.05 WIB

Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Pulungan menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu (4/9). Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Dolly langsung ke KPK setelah beberapa jam sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka suap distribusi gula.

Menurut Febri, saat ini Dolly berada di gedung KPK, Jakarta. Dia tengah menjalani pemeriksaan terkait kasus yang menjeratnya. “Ia menyerahkan diri dini hari tadi,” kata Febri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/9).

Sementara itu, pemilik PT Fajar Mulia Transindo (FMT) Pieko Nyotosetiadi yang menjadi tersangka penyuap belum menyerahkan diri. KPK mengimbau Pieko melakukan langkah serupa Dolly.

Komisi antirasuah ini juga telah menahan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana (IKL) yang menjadi tersangka lain. Kadek ditahan untuk 20 hari pertama pasca-pemeriksaan oleh KPK. “Tersangka IKL ditahan di Rutan cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur,” ujar Febri.

(Baca: KPK Tetapkan Dua Direksi BUMN Tersangka Kasus Suap Distribusi Gula)

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada pada Senin (2/9) malam. Wakil Ketua KPK Laode M Syarief bercerita, pada awalnya KPK mendapatkan informasi tentang permintaan uang dari Dolly terhadap Pieko. Uang itu terkait distribusi gula.

Atas permintaan tersebut, Pieko meminta pengelola usaha penukaran uang alias money changer, Freddy Tandou, untuk mencairkan sejumlah uang untuk diberikan kepada Dolly. Pieko lalu mengintruksikan orang kepercayaannya, Ramlin, untuk mengambil dan menyerahkan uang tersebut kepada Corry Luca (CLU) di kantor PTPN III. Corry adalah pegawai PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN).

“CLU kemudian mengantarkan uang Sing$ 345 ribu ke IKL (I Kadek Kertha Laksana) di kantor PT KPBN,” kata Laode saat konfrensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/9).

Kemudian, tim dari KPK bergerak untuk melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) guna mengamankan Corry, Ramlin, I Kadek, serta Edward S Ginting pada Senin (2/9) malam. Edward adalah Direktur PT KPBN. Esoknya, KPK mulai menciduk Freddy Tandou.

Laode menjelaskan, kasus itu bermula saat PT Fajar Mulia Transindo ditunjuk oleh PTPN III untuk mendistribusikan gula. Skema kerja samanya long term contract. Dalam perjanjian tersebut, semua pihak swasta mendapat jatah rutin setiap bulan untuk mendistribusikan gula.

Di PTPN III terdapat aturan internal mengenai kajian penetapan harga gula bulanan. “Harga gula disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III, pengusaha gula PNO (Pieko Nyoto Setiadi), dan ASB selaku Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI),” kata dia.

(Baca Juga: KPK Membenarkan Adanya Operasi Tangkap Tangan di Kalimantan Barat)

KPK menduga, Pieko, Dolly dan Ketua APTRI berinisial ASB melangsungkan pertemuan di Hotel Shangrila pada 31 Agustus 2019. Saat itu Dolly meminta uang kepada Pieko guna menyelesaikan masalah pribadinya. “Uang Sing$ 345 ribu diduga merupakan fee terkait distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III, yang mana DPU (Dolly) merupakan Direktur Utama di BUMN tersebut,” kata Laode.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Pieko dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Dolly Pulungan dan I Kadek sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Uu Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Reporter: Dimas Jarot Bayu