Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan melaporkan perkembangan Blok Masela kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/7). Dalam pertemuan tersebut juga hadir Chief Executive Officer (CEO) Inpex Corporation Takayuki Ueda dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto.
Dalam pertemuan tersebut, Jonan melaporkan kepada Jokowi terkait persetujuan pemeritnah terhadap rencana pengembangan (PoD) Blok Masela yang diajukan oleh Inpex Corporation. "Jadi kami lapor, kami serahkan persetujuannya di hadapan bapak presiden," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
(Baca: SKK Migas Targetkan Keputusan Final Investasi Blok Masela Tahun 2022)
Kedua pihak pun menekankan komitmen PoD Blok Masela. Persetujuan pemerintah terhadap PoD Blok Masela yang diajukan Inpex merupakan babak baru setelah 20 tahun tidak ada kepastian terhadap proyek tersebut.
Dalam PoD tersebut, pemerintah dan Inpex sepakat nilai investasi berkisar US$ 18-20 miliar. Dari nilai tersebut, Dwi mengungkapkan Indonesia akan menerima sekitar US$ 39 miliar atau setidaknya 50% dari keuntungan yang didapat dari produksi Blok Masela. Selain itu, Dwi juga memastikan akan ada dampak lanjutan dari proyek Blok Masela, seperti pembangunan industri petrokimia dengan potensi sebesar US$ 1,5-2 miliar.
(Baca: Jalan Panjang Blok Masela, Kontroversi Kilang hingga Investasi Jumbo)
SKK Migas menargetkan pembangunan proyek Blok Masela bisa rampung pada 2026. Dengan begitu, Blok Masela bisa mulai produksi pada 2027.
Target tersebut pun disanggupi oleh Inpex Corporation. Ueda mengungkapkan, produksi Blok Masela akan dimulai pada 2027 dan dia berharap produksi bisa bertahan hingga 2055 ketika kontrak Inpex berakhir. Dengan begitu akan ada dampak ekonomi yang baik bagi perusahaan dan Indonesia.
Pasalnya, melalui proyek Masela, Indonesia bakal memiliki potensi pendapatan hingga US$ 153 miliar. "Kami yakin proyek ini bakal memberikan dampak berkelanjutan secara langsung dan tidak langsung kepada ekonomi Indonesia," kata Ueda.