Persetujuan Rencana Pengembangan Proyek IDD Terus Molor

Arief Kamaludin | Katadata
Ilustrasi, logo Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). SKK Migas dan kontraktor proyek Indonesia Deep Water Development (IDD) belum menyepakati keekonomian proyek tersebut.
25/6/2019, 20.01 WIB

Pemerintah belum memberikan persetujuan revisi rencana pengembangan (PoD) proyek Indonesia Deep Water Development (IDD) tahap II. Padahal pembahasan rencana pengembangan proyek IDD ditargetkan rampung lebih cepat dibandingkan pembahasan Blok Masela. 

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto bahkan pernah menyebut proyek IDD bisa disetujui sebelum Lebaran tahun ini. Namun persetujuan proyek tersebut justru lebih lambat dari Blok Masela.

Dwi beralasan pemerintah dan kontraktor proyek IDD belum sepakat terkait keekonomian proyek tersebut.  "Jadi kami masih komunikasikan ini bagaimana tindak lanjutnya, makanya yang IDD keliatannya agak telat," ujar Dwi saat ditemui Katadata.co.id pada Kamis lalu.

Sebelumnya, Senior Vice President Policy and Government and Public Affairs PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Wahyu Budiarto mengungkapkan, pembahasan proyek IDD agak alot karena cara pandang yang berbeda antara Chevron dengan Pemerintah dalam melihat keekonomian proyek tersebut.

"Apa yang kami anggap keekonomian belum tentu keekonomian buat negara. Apa yang menurut negara cukup untuk kontraktor belum tentu cukup buat kami. Jadi ini masih jalan," ujarnya pada Mei lalu.

(Baca: Kesepakatan Blok Masela Diharapkan Jadi Stimulus Proyek IDD)

Chevron tercatat sebagai operator proyek IDD dengan hak partisipasi sebesar 62%. Sisa hak partisipasi digenggam oleh Eni sebesar 20% dan Sinopec sebesar 18%.

Proyek pertama IDD adalah pengembangan Lapangan Bangka. Pemerintah telah memberikan persetujuan terhadap keputusan investasi final pengembangan Lapangan Bangka pada 2014 lalu. Chevron bersama mitra langsung melakukan kegiatan pengeboran dua sumur pengembangan pada semester II 2014. 

Chevron juga membangun pipa bawah laut ke unit produksi terapung (FPU) dengan kapasitas terpasang sebesar 110 juta kaki kubik gas alam (mmscfd) dan 4.000 barel kondensat per hari. Proyek Bangka pun mulai berproduksi pada 31 Agustus 2016 dengan produksi awal sebesar 64 mmscfd. 

Proyek kedua adalah pengembangan Lapangan Gendalo-Gehem. Dalam proyek ini, kontraktor akan mengembangkan lapangan migas dengan dua hub terpisah yang masing-masing memiliki FPU, pusat pengeboran bawah laut, jaringan pipa gas alam dan kondensat, serta fasilitas penerimaan di darat. Proyek tersebut rencananya akan memiliki kapasitas terpasang sebesar 1,1 miliar mmscfd dan 47.000 barel kondensat per hari. 

Rencananya gas alam hasil produksi dari proyek ini akan dijual untuk kebutuhan dalam negeri dan diekspor dalam bentuk gas alam cair. Namun proyek IDD tahap II belum juga dimulai padahal pemerintah menargetkan proyek ini bisa berproduksi pada 2022. 

(Baca: SKK Migas: Pembahasan IDD Bisa Lebih Cepat Tuntas daripada Blok Masela)

Chevron pun sudah bolak balik mengajukan proposal rencanan pengembangan Lapangan Gendalo-Gehem. Awalnya Chevron mendapatkan persetujuan PoD pada tahun 2018. Namun Chevron mengajukan revisi PoD pda 2013 karena harga minyak naik.

Nilai investasi proyek IDD tahap II pun naik menjadi US$ 12 miliar. Namun proposal poD tersebut langsung ditolak oleh pemerintah.

Chevron kemudian mengajukan lagi rencana pengembangan proyek IDD tahap II dengan nilai investasi US$ 9 miliar dan permintaan insentif berupa investment credit di atas 100% pada akhir 2015. Proposal tersebut kembali ditolak oleh pemerintah. 

Chevron mencoba mengajukan rencana pengembangan proyek Chevron tahap II pada tahun ini. Namun rencana pengembangan proyek IDD tahap II belum juga disetujui karena pemerintah dan Chevron belum sepakat terkait keekonomian proyek tersebut. 

(Baca: SKK Migas-Chevron Belum Sepakat Besaran Bagi Hasil Proyek IDD)

Reporter: Verda Nano Setiawan